Chapter 1
Cinta 4 Hati
Keempat cewek ini kompak banget. Tasya, Nadila, Regina, dan Renata ke mana-mana selalu berempat.
Kalo ke kantin pasti ketemu dengan empat cewek ini, ke perpustakaan juga begitu, ke lapangan basket juga, bahkan sampai ke kamar kecil sekali pun pasti ada empat makhluk-makhluk manis ini. Aku sih geleng-geleng kepala aja setiap kali bertemu mereka.
Mereka kerap aku undang ke acara OSIS, dan enaknya, kalau yang satu mau, yang lainnya pasti ikutan. Jadi lumayan, ngundang satu dapat empat. He he he, kayak sale aja.
Tapi belakangan, aku melihat ada perubahan pada keempat cewek kompak itu. Mereka memang masih ke mana-mana berempat, tapi di raut wajah mereka ada yang berubah, tak lagi tersenyum bersama, melainkan seperti menyimpan misteri sendiri-sendiri. Ada apa ya?
Rupanya, setelah aku dapat info dari salah seorang dari mereka, diam-diam empat cewek ini lagi naksir seorang cowok. Salah satu dari mereka yaitu Tasya, bercerita kepadaku.
Katanya, yang awalnya naksir, Renata, tapi karena sudah kebiasaan, yang lainnya ikut memperhatikan sang cowok dan ujung-ujungnya empat-empatnya jadi ikutan naksir. Tentu aja, yang begini nggak bisa dilakukan secara bersamaan. Masalah cinta nggak kenal istilah kompak-kompakan. Karena jatuh cinta adalah masalah hati, dan yang namanya hati punya rahasia sendiri-sendiri. Iya kan?
Dan jujur aja, untuk yang kayak begini aku nggak bisa ngasih solusi apa-apa, wong aku sendiri nggak pernah naksir orang, kok. Apalagi sampe jatuh cinta. Paling aku bilang pada Tasya, sebaiknya konsentrasikan diri pada pelajaran, nanti masalah itu bisa terlupakan dengan sendirinya. Tapi Tasya bilang, justru ia nggak bisa belajar dengan konsentrasi kalau nggak ingat sama cowok itu. Duile segitunya!
Tapi besoknya aku dengar dari Tasya lagi kalo keempat cewek itu sudah membuat kebulatan tekad.
“Hmm, gini deh, kalo kita mau memepertahankan kebersamaan kita, di antara kita tidak ada yang boleh naksir sama cowok itu lagi!” cerita Tasya padaku.
“Setuju!” teriak tiga lainya, masih menurut cerita Tasya.
Hmm, menurutku hebat. Mereka lebih memilih kebersamaan daripada harus pecah gara-gara seorang cowok ganteng.
Tapi apa iya mereka bisa kompak begitu? Rasanya kalau untuk naksir-naksiran, siapa pun nggak ada yang bisa dipercaya. Buktiin, deh. Soalnya sekarang si Tasya, mendatangiku lagi dan bilang bahwa dia betul-betul tidak bisa melupakan bayangan si cowok itu.
“Lun… Dia ulang tahun, boleh nggak aku ngasih kado?” ujarnya memohon pendapatku.
“Ya, kalo cuma mau ngasih kado sih boleh-boleh aja. Kenapa tidak?” Ucapku.
“Hmm, jadi nggak apa-apa?”
“Emangnya kenapa?” pancingku.
“Ya, kita kan udah janjian nggak mau naksir cowok itu lagi?”
“Memberi kado kan bukan menunjukkan bahwa kita naksir?”
“Tapi,” kata Tasya dalam hatinya (kok aku bisa tau suara hatinya? He he he) “Aku ngasih kado ini karena sebetulnya masih naksir dia, dan sulit sekali melupakannya. Eh kamu janji ya, jangan bilang-bilang ke ketiga temanku itu kalo aku ngasih kado ke cowok itu.” sergah Tasya lagi.
“Apa pernah aku cerita-cerita?” kayaknya dia nggak percaya sama reputasiku.
“Enggak, sih?”
Forgetting Sarah Marshall
14 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar