Perdamaian Bagas & Mitha
Senja habis hujan.
Sebuah Ninja Kawasaki dan sebuah taksi berhenti bersamaan di depan rumah Rianty. Mario turun dari boncengan. Bagas memarkir motornya. Berjarak tiga meter, tampak Mitha tengah membayar ongkos Taksi. Di sampingnya berdiri Maya.
“Mau apa mereka ke rumah Rianty?” bisik Maya.
Mitha menatap dua sosok tubuh itu. “Wah, gimana ya? Kita pulang aja yok. Nggak lucu kalau mereka tahu maksud kedatangan kita, “ Ujarnya gelisah.
“Eh, jangan dong. Kita ‘kan udah cape-cape kemari. Tunggu aja deh sampai mereka pulang.”
“Mm…… iya deh.” Mitha mengangguk.
Di depan pintu pagar, ke empat remaja itu tertegun. Tangan Maya bersamaan dengan tangan Mario ingin memijit bel, ketika Rianty muncul.
“Hei, ada apa nih?” katanya, “Wah, mau keroyok aku, ya?”
“Bukan Ri, kami….”
“Buka dulu dong pintunya,” tukas Bagas memotong ucapan Maya.
Bergegas Rianty membuka pintu pagar. “Silahkan masuk tuan-tuan dan nona-nona,” katanya lucu.
Di ruang tamu yang sejuk, Mitha duduk diapit Rianty dan Maya. Dihadapan mereka dua buah sofa ditempati Mario dan Bagas.
“Bik, minumnya lima gelas! Yang dingin ya?” teriak Rianty memerintah pembantunya.
“Ngga usah repot-repot Ri. Kami cuma sebentar kok,” Mitha buka suara.
“Sebenarnya, ada apa sih? Kok rame-rame kemari?” Rianty membetulkan posisi duduknya.
“Anu… Ri… Bagas tidak meneruskan kata-katanya. Disenggolnya lengan Mario.
“Aku ingin membicarakan sesuatu tapi, harus empat mata.” Ujar Mario.
“Aku juga Ri,” Maya menukas.
Rianty garuk-garuk kepala. “Waduh siapa duluan nih? Kamu dulu deh, Mario, Maya, sabar ya?”
Maya mengangguk.
“Yuk, Mario! Kita ke halaman belakang,” Ajak Rianty menarik tangan Mario.
Beberapa menit berlalu. Mario kembali ke ruang tamu.
“Miss Maya!” panggil Rianty. Lagaknya sudah seperti suster memanggil pasien yang sedang antre di ruang tunggu. Maya beranjak menemui Rianty.
Tak lama kemudian, Maya dan Rianty sudah berada kembali di ruang tamu.
“Oh, damai di bumi! Damai di hati!” seru Rianty. Tangan kanannya meraih tangan Mitha, tangan kirinya memegang tangan Bagas. Kedua tangan sahabatnya itu dipertemukan.
Bagas tersenyum menjabat tangan Mitha. Mitha balas tersenyum.
“Nah, gitu donk! Jangan cekcok terus,” Rianty tertawa. “Sebagai generasi penerus kita mesti bersatu, karena bersatu kita teguh bercerai kita….”
“Kawin lagi!” potong Mario.
“Hush!” Rianty melotot.
Dan, gelak tawa pun memenuhi ruangan itu. Ah, senja yang membawa damai, mungkin juga cinta bagi Bagas dan Mitha.
TAMAT
Copyright Sweety Qliquers
www.mininovel-lovers86.blogspot.com