Selasa, 08 Juni 2010

Big Rival (5)

Chapter 5
Kekesalan Mitha


Udara siang itu panas sekali. Mitha membuka pintu pagar rumahnya dengan lesu. Dia melangkah gontai masuk ke ruang tamu. Tubuh semampainya dihempaskannya ke sofa. Pikirannya melayang-layang pada soal-soal fisika yang diberikan Bu Mirna. Sulitnya nggak ketulungan. Tapi, si Bagas brengsek itu enak-enak saja mengerjakannya, membuatnya makin jengkel.

Dasar lagi sial! Bu Mirna menyuruhnya maju ke depan untuk menulis jawaban soal nomor satu. Padahal, nomor itu lah yang paling sulit. Akhirnya dengan menahan malu dia mengatakan, “Tidak bisa bu!”

Dan, batuk-batuk pun dilontarkan oleh anak buah Bagas. Sementara sang Ketua senyam-senyum girang. Kurang ajar! Ingin rasanya dia menampar mulut-mulut itu. Tapi, siapa sih yang berani berbuat begitu di hadapan macan betina segalak bu Mirna?

“Mulut kalian, rupanya mesti dijejali soal-soal tambahan!” ujar bu Mirna menghentikan suara batuk-batuk itu.

Suasana hening seketika melingkupi kelas. Rasain! Mitha bersorak dalam hati. Jengkelnya mereda sedikit. Tapi …

“Bagas, coba kerjakan soal nomor satu itu,” perintah bu Mirna membuat Mitha melongo. Dan kesempatan itu tidak disia-siakan Bagas. Dengan tubuh ditegakkan dia berjalan gagah mengambil spidol dan menuliskan jawabannya. Cepat, rapi dan benar tentunya.

“Bagus sekali, Bagas,” puji bu Mirna senang. Yang dipuji tersenyum bangga. Diliriknya Mitha yang masih bengong. Cepat-cepat Mitha membuang muka dengan sumpah serapah yang hanya terucap di dalam hatinya.

“Mitha, suara mama menyentakkan lamunannya. “Pulang sekolah kok melamun? Ayo, ganti baju, cuci tangan. Kita makan sama-sama. Hari ini, mama masak bistik kesukaanmu.”

“Ogah ah. Masih kenyang,” ujar Mitha seraya bangkit dari duduknya, masuk ke kamar.

“Iya… tapi ganti baju dulu dong.” Mama ikut masuk ke kamar putri tunggalnya itu.

“Sebenarnya ada apa, Mitha? Kok, lesu benar,” tanya mama lembut.

“Nggak ada apa-apa, ma.” Mitha berusaha tersenyum.” Cuma pusing dikit kok. Tadi ulangannya susah sih.”

“O, kalau begitu istirahatlah dulu.” Mama tersenyum bijak.

Mitha mengangguk mengiyakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar