Chapter 8
Perasaan Bagas & Mitha
Lama, Mitha merenungkan kata-kata Rianty tempo hari. Sudah damai saja. Yang untungkan kamu sendiri. Lagipula si Bagas cukup tampan. Ugh! Si tomboy itu seenaknya aja bicara. Tapi… akh, mengapa harus menipu diri sendiri? Bagas memang tampan kan? Bah! Persetan dengan ketampanannya itu! Pokoknya aku tidak sudi minta tolong padanya. Apalagi disuruh damai, wuih… nanti dulu ya!
Kamu memang sombong Mitha! Apa sih enaknya musuhan? Bisa peot kamu kalau terus-terusan keki, hanya karena nilai dia lebih tinggi. Uf! Mitha memukul lengan sofa. Dia benar-banar bingung. Ingin baikan dengan Bagas tapi gengsi. Ingin terus musuhan alamat jatuh nilai fisikanya. Lagipula, dia sudah bosan dengan pertengkaran-pertengkaran itu.
Di tempat lain, di kamarnya yang super acak-acakan, Bagas berbaring menatap langit-langit kamar Ditelinganya berdengung ucapan Riabty. Apa sih ruginya minta diajarin Mitha? Ya…. apaaa? batinnya.
Kemudian tanpa disadarinya, wajah Mitha bermain-main di pelupuk matanya. Rianty bilang, Mitha cantik. Uh, apanya yang cantik? Hei, Bagas… jangan membalikkan fakta. Nyatanya, dia memang menarik, cantik dan ..Ops! Bagas memejamkan mata. Ia berusaha mengusir wajah Mitha, tapi semakin dicoba semakin jelas paras cantik itu tergambar di benaknya. Senyumnya, matanya, bibirnya,.. akh, semua ini gara-gara Rianty brengsek itu! Bagas melempar bantal gulingnya. Kesal.
“Apaaaa?! Damaaaiii?!” Melengking suara Maya mendengar kata-kata Mitha.
“Hus! Pelan sedikit kek!” Mitha mengibaskan tangannya. Maya menutup mulutnya.
“Eh, sorry. Abis aku tidak menduga akan begini jadinya,” katanya.
“Menurutmu, gimana?” Mitha minta pendapat.
“Aku sih …ngikutin kamu aja!”
Pada saat yang sama, di rumah Mario.
“Akhirnya runtuh juga pertahananmu, Gas!” Mario meninju bahu Bagas.
“Ya, aku sudah bosan berperang terus. Kalau terlalu lama bisa sakit jantung.”
“Mm, aku sih mau saja. Kalau boss memang ingin damai, anak buah siap mengikuti,” kata Mario seraya membungkuk hormat.
Perasaan Bagas & Mitha
Lama, Mitha merenungkan kata-kata Rianty tempo hari. Sudah damai saja. Yang untungkan kamu sendiri. Lagipula si Bagas cukup tampan. Ugh! Si tomboy itu seenaknya aja bicara. Tapi… akh, mengapa harus menipu diri sendiri? Bagas memang tampan kan? Bah! Persetan dengan ketampanannya itu! Pokoknya aku tidak sudi minta tolong padanya. Apalagi disuruh damai, wuih… nanti dulu ya!
Kamu memang sombong Mitha! Apa sih enaknya musuhan? Bisa peot kamu kalau terus-terusan keki, hanya karena nilai dia lebih tinggi. Uf! Mitha memukul lengan sofa. Dia benar-banar bingung. Ingin baikan dengan Bagas tapi gengsi. Ingin terus musuhan alamat jatuh nilai fisikanya. Lagipula, dia sudah bosan dengan pertengkaran-pertengkaran itu.
Di tempat lain, di kamarnya yang super acak-acakan, Bagas berbaring menatap langit-langit kamar Ditelinganya berdengung ucapan Riabty. Apa sih ruginya minta diajarin Mitha? Ya…. apaaa? batinnya.
Kemudian tanpa disadarinya, wajah Mitha bermain-main di pelupuk matanya. Rianty bilang, Mitha cantik. Uh, apanya yang cantik? Hei, Bagas… jangan membalikkan fakta. Nyatanya, dia memang menarik, cantik dan ..Ops! Bagas memejamkan mata. Ia berusaha mengusir wajah Mitha, tapi semakin dicoba semakin jelas paras cantik itu tergambar di benaknya. Senyumnya, matanya, bibirnya,.. akh, semua ini gara-gara Rianty brengsek itu! Bagas melempar bantal gulingnya. Kesal.
“Apaaaa?! Damaaaiii?!” Melengking suara Maya mendengar kata-kata Mitha.
“Hus! Pelan sedikit kek!” Mitha mengibaskan tangannya. Maya menutup mulutnya.
“Eh, sorry. Abis aku tidak menduga akan begini jadinya,” katanya.
“Menurutmu, gimana?” Mitha minta pendapat.
“Aku sih …ngikutin kamu aja!”
Pada saat yang sama, di rumah Mario.
“Akhirnya runtuh juga pertahananmu, Gas!” Mario meninju bahu Bagas.
“Ya, aku sudah bosan berperang terus. Kalau terlalu lama bisa sakit jantung.”
“Mm, aku sih mau saja. Kalau boss memang ingin damai, anak buah siap mengikuti,” kata Mario seraya membungkuk hormat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar