Kamis, 17 Desember 2009

Bintang Harapan (2)

Chapter 2
Indahnya Jatuh Cinta


Sore ini segalanya nampak cerah dan indah. Secerah suasana hatiku. Gimana nggak! Tadi pagi, aku diijinin Chacha duduk di sampingnya. Kebetulan, temen sebangkunya pindah ke kelas sebelah. Ah senangnya!!! Hmm... untung tadi aku cepet-cepet minta ijinnya, kalo’ nggak pasti si Aditya yang kelihatannya ada hati juga sama Chacha-sudah duduk di samping Chacha.

Aku bersiul riang ketika memasuki ruang makan. Tasya, kakakku sudah menunggu di meja makan. Matanya melotot galak waktu aku membuka lemari es dan mengambil sebotol air dingin dan meneguknya langsung dari botolnya.

”Pake gelas dong, Yan!” Tegur Kak Tasya.
Aku tersenyum kecut. Duuh... aku lupa lagi nih, nggak boleh minum air langsung dari botolnya. Jorok dan nggak sopan. Ah, ini pasti karena aku terlalu sibuk mikirin Chacha.
Setelah menuangkan air es ke dalam gelas, aku langsung meneguk isinya sampai habis. Lalu tanganku dengan sigap mencomot ayam goreng tepung buatan Kak Tasya.

”Eits!” Kak Tasya memukul tanganku.

”Cuci tangan dulu!” Perintah Kak Tasya galak.

”Oppss! Sorry... lupa.” Aku meringis sambil buru-buru ke wastafel.

”Kakak heran deh sama lo! Lo kenapa sih hari ini? Biasanya lo yang paling bersihan. Nggak pernah lupa cuci tangan kalo’ mau makan. Nggak penah minum air es langsung dari botolnya.” Kak Tasya menatapku tajam ketika aku sudah duduk manis di meja makan dengan sepiring nasi di hadapanku.

”Diserang dehidrasi dan busung lapar.” Sahutku cuek sambil mengambil sepotong ayam goreng tepung.

”Udah, jangan bohong sama Kak Tasya! Lo pasti lagi punya masalah.” Tebak Kak Tasya setengah jitu. Apa jatuh cinta sama seorang cewek itu, sebuah masalah???

”Nggak kok, nggak ada masalah apa-apa.” Aku menggeleng sambil memasukkan sesendok nasi ke mulutku.

”Ryan...” Kak Tasya menyentuh lenganku. Suaranya melembut.

”Kalo’ ada masalah di sekolah, cerita ya... jangan diem aja. Siapa tahu Kakak bisa bantu.” Ujarnya sembari tersenyum penuh sayang.

”Oke!” Jawabku dengan mulut penuh nasi. Duuh, kakakku yang satu ini. Baik sih baik tapi... matanya seperti elang. Tajam dan mengerikan. Cerewetnya juga amit-amit. Sedikit aja aku berbuat yang aneh-aneh, sejuta omelan dan teguran meluncur dari mulutnya seperti petasan. Apalagi kalo’ dia tahu aku lagi dimabuk cinta. Wah, bisa tuli telingaku mendengar ocehannya. Lebih baik aku diam aja deh. Nggak usah cerita-cerita soal Chacha.

Hmm... syukur deh! Kak Tasya nggak banyak nanya lagi. So... sebelum Kak Tasya kambuh penyakit bawelnya, aku cepat-cepat menghabiskan makan siangku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar