Chapter 2
Pernikahan Satria
“Kenapa kamu tidak datang??” Aku terdiam.
“Pertanyaanmu penuh kekonyolan! Setelah semua yang kamu lakukan padaku. Masih sanggupkah kamu mempertanyakan itu?” lanjutku.
“Kenapa, Tya? Aku tahu kamu sakit hati, tapi andai kamu tahu aku lebih sakit dari apa yang kamu rasa. Bolehkah aku betemu denganmu? Sekali lagi saja, please…”
“Untuk apa?! Untuk kembali menambah lukaku yang hampir meluber karena tidak sanggup kutampung lagi!!!” sindirku.
“Tya, maafkan aku. Aku tidak sepicik yang kamu pikir.”
“Aku tidak pernah berpikir kamu picik, Sat! Tapi, kamu… kamu… kamulah laki-laki menjijikkan yang pernah aku kenal!” makiku.
“Hmmmmpf… percuma berbicara denganmu saat ini, kamu begitu membenciku. Tya, andai kamu tahu betapa aku sangat ingin bertemu denganmu.”
“Tidak usah!!!” aku menekan tombol merah pada HP-ku. Aku memutuskan hubungan telepon itu secara sepihak. Dan menelungkupkan wajahku dalam bantal, mencoba menyembunyikan air mataku.
Bagaimana mungkin disaat Satria merasakan kebahagiaan karena pernikahannya yang baru saja usai, ia mengatakan ingin bertemu denganku. Terbuat dari apakah hatinya, hingga bisa setega itu. Tidak salah kata-kataku tadi yang mengatakan, kalau dialah laki-laki menjijikkan yang pernah aku kenal. Pakaian pengantin yang ia kenakan mungkin belum sempat ia tanggalkan. Senyuman para tamu dan hangatnya ucapan selamat pun mungkin belum berhenti, namun mengapa Satria malah menghubungiku. Apa salahku ya Tuhan, mengapa begitu berat KAU kirim cobaan ini. Betapa aku ingin melupakan Satria, Namun mengapa ia justru datang mengacaukannya.
“Huuhaaa…. Huuuu… Aku tidak peduli, jika ada yang menertawakanku karena tangisan ini. Tangisan cengeng untuk gadis yang tidak lagi berusia muda karena 3 bulan lagi usiaku genap 30 tahun.
“Huhuuu…”
“Kapan aku akan menikah…”
“Huhuhuuu…”
“Kapan aku akan bertemu jodohku, ya Tuhan…”
“Huhuuuu… aaaaa….” Isak ini semakin lama semakin tidak tertahankan, meski aku coba untuk menghentikan.
Pernikahan Satria
“Kenapa kamu tidak datang??” Aku terdiam.
“Pertanyaanmu penuh kekonyolan! Setelah semua yang kamu lakukan padaku. Masih sanggupkah kamu mempertanyakan itu?” lanjutku.
“Kenapa, Tya? Aku tahu kamu sakit hati, tapi andai kamu tahu aku lebih sakit dari apa yang kamu rasa. Bolehkah aku betemu denganmu? Sekali lagi saja, please…”
“Untuk apa?! Untuk kembali menambah lukaku yang hampir meluber karena tidak sanggup kutampung lagi!!!” sindirku.
“Tya, maafkan aku. Aku tidak sepicik yang kamu pikir.”
“Aku tidak pernah berpikir kamu picik, Sat! Tapi, kamu… kamu… kamulah laki-laki menjijikkan yang pernah aku kenal!” makiku.
“Hmmmmpf… percuma berbicara denganmu saat ini, kamu begitu membenciku. Tya, andai kamu tahu betapa aku sangat ingin bertemu denganmu.”
“Tidak usah!!!” aku menekan tombol merah pada HP-ku. Aku memutuskan hubungan telepon itu secara sepihak. Dan menelungkupkan wajahku dalam bantal, mencoba menyembunyikan air mataku.
Bagaimana mungkin disaat Satria merasakan kebahagiaan karena pernikahannya yang baru saja usai, ia mengatakan ingin bertemu denganku. Terbuat dari apakah hatinya, hingga bisa setega itu. Tidak salah kata-kataku tadi yang mengatakan, kalau dialah laki-laki menjijikkan yang pernah aku kenal. Pakaian pengantin yang ia kenakan mungkin belum sempat ia tanggalkan. Senyuman para tamu dan hangatnya ucapan selamat pun mungkin belum berhenti, namun mengapa Satria malah menghubungiku. Apa salahku ya Tuhan, mengapa begitu berat KAU kirim cobaan ini. Betapa aku ingin melupakan Satria, Namun mengapa ia justru datang mengacaukannya.
“Huuhaaa…. Huuuu… Aku tidak peduli, jika ada yang menertawakanku karena tangisan ini. Tangisan cengeng untuk gadis yang tidak lagi berusia muda karena 3 bulan lagi usiaku genap 30 tahun.
“Huhuuu…”
“Kapan aku akan menikah…”
“Huhuhuuu…”
“Kapan aku akan bertemu jodohku, ya Tuhan…”
“Huhuuuu… aaaaa….” Isak ini semakin lama semakin tidak tertahankan, meski aku coba untuk menghentikan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar