Senin, 15 Februari 2010

Sepotong Kalimat Cinta (Chapter 2)

Chapter 2

Dimas Oh Dimas




Hup. Kuletakkan tumpukan buku tentang serangga yang kucari susah-payah di rak-rak. Heran, Guru Biologi kok mau-maunya baca satu per satu paper anak-anak tentang makhluk menakutkan itu. Atau barangkali di rumah beliau bahkan memelihara ya? Ups, aku menegur diriku sendiri. Kalau sampai kedengaran... bisa-bisa aku tinggal kelas!



"Hai, Lea, cari apa?"



Aku menoleh. Itu Mitha, anak kelas sebelah. Gawat, semoga dia ingat ini perpustakaan. Sama seperti Adel, Mitha menyenangkan tapi agak cerewet.



"Tugas Bio," sahutku singkat.



"Kurasa minggu depan giliran kelasku," keluhnya. "Pasti paper lagi, ya?"



"Yap." Aku mengangguk. Kulirik Mitha duduk di sampingku yang memang ada kursi kosong.



"Eh, Dimas sudah buat belum ya? Kamu sekelas dengannya, kan?"



"Yap. Tapi aku nggak tahu dia sudah bikin apa belum." Aku menjawab dengan sedikit perhatian. Tuh kan, anak kelas sebelah juga menaruh perhatian pada Dimas. Mitha juga. Cowok keren kenapa selalu gampang ketahuan? Lebih hebat lagi, kenapa cowok keren bisa membuat cewek-cewek jadi aktif?



Barangkali zaman memang sudah berubah ya, dan aku saja yang masih ketinggalan. Lebih suka pura-pura cuek, padahal....



"Kamu kok tahu di kelasku ada cowok keren?" gumamku pelan.



"Apa?" Mitha mendekat. "Kamu tadi bilang apa?"



"Nggak!" Aku menyahut cepat ketika menyadari aku kelepasan bicara. Ups, hampir saja!



"Eh, Dimas itu cakep, ya?" Mitha berkata nyaris menyerupai bisikan.



"Yap. Semua bilang begitu," kataku sambil tetap menekuni buku-buku di hadapanku.



"Juga pinter."



"Yap."



"Tinggi dan tegap."



"Yap."



"Berwibawa. Ketua kelas, kan?"



"Yap."



"Jago basket... sudah punya pacar belum?"



"Yap. Eh, mana aku tahu?" Aku mengangkat bahu. Lagi-lagi, pura-pura cuek saja.



"Eh, itu dia!" Suara Mitha berubah penuh semangat. Di sudut ruang, dari balik komputernya kulihat Bu Retno yang petugas di sini mengacungkan telunjuknya sambil membelalakkan mata ke arah kami. (Kurasa aku berhak protes. Yang ribut kan Mitha!)



"Dia kemari!"



"Sstt...." Kali ini aku yang memperingatkan Mitha. (Biar Dimas nggak curiga kalau aku sebetulnya juga ikutan histeris.)



"Lea, paper biologimu sudah selesai belum?"



Ups. Kurasa jantungku berdetak dua kali lebih keras. Aku menggeleng. "Belum."



"Itu bahan-bahan referensi, ya?" Dimas menunjuk beberapa buku di atas meja di depanku.

"

Ya." Mitha yang menjawabkan untukku.



"Kalau sudah selesai boleh pinjam?"



"Eh?" Aku menaikkan kedua alisku. Kulihat Dimas menatapku dengan sepasang matanya yang berbinar dan bagus.



"Papernya."



"Oh." Aku mengangguk, kikuk. "Tentu."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar