Kamis, 25 Februari 2010

Yang Terlupakan (1)

Chapter 1
Catatan Harian Nayshila

Catatan harian ini ditemukan setelah kepergiannya…
11 Maret 2010

Aku mencari seseorang yang mau mendengarkanku
tapi aku tak menemukannya…
Mereka sibuk dengan dunia mereka sendiri.
Tolong!!!
Tolong aku!!!
Aku tertekan dalam lingkaran yang tak berujung.
Sepi… sunyi… sendiri…
Aku hanya perlu teman
yang mau mendengarkanku, menemaniku, mengertiku.
Tapi di mana mereka semua???
Di mana???
Bunga perhatian itu kini layu, dan hampir mati
Ketika setiap orang, hanya peduli pada diri sendiri
Tanpa peduli akan sekitarnya…



***


Nayshila adalah sahabatku, namun karena aku yang selalu sibuk dengan diriku sendiri dan masalahku sampai-sampai aku tak sadar kalau ia sudah sangat jauh dariku. Aku memang tak pernah mengerti dirinya. Apa yang ia pikirkan dan rasakan aku tak tahu, walau kami sudah lama saling mengenal. Sampai saat ketika aku menyadari bahwa sesungguhnya ia hanya membutuhkan seseorang yang mau mendengarkan segala keluh kesahnya. Semua terlambat karena ia kini sudah tiada. Hanya kesedihan dan penyesalan yang kurasakan.

***

Hari itu, 12 Maret 2010 masih teringat jelas dalam benakku. Langit kelabu, awan abu-abu menutupi mentari sedari pagi. Mendung, senja yang indah tak nampak, tertutup awan. Gerimis mulai turun disertai petir yang menggelegar, tak lama disusul hujan dengan derasnya.

Tiba-tiba Nayshila datang ke rumahku, tetapi perasaanku sedang tak enak, dan aku hanya sedang memusingkan diriku sendiri dan pacarku tentunya. Ketika ia datang ke rumahku, aku sungguh terkejut, ketika kubuka pintu dan melihatnya, ia langsung memelukku dengan erat…

“Nayshila ada apa?” tanyaku heran.

Aku sadar, bahwa ia sedang punya masalah, ia hanya menangis. Tidak berkata apa-apa.

“Ya ampun Nay, kamu basah kuyup. Cepat masuk, ganti bajumu dengan bajuku! Jangan sampai kamu sakit. Orangtuamu pasti khawatir padamu.” kataku panik.

“Tidak! Mereka tidak peduli padaku.” jawabnya ketus.

Aku menatap Nayshila dengan heran, namun tak kupusingkan. Lekas aku bawa Nayshila masuk ke dalam kamarku, aku meminjaminya bajuku. Setelah Nayshila sedikit baikkan, ia kembali diam tak berkata apa pun.

Nayshila memulai percakapan, “Key, aku…”

“Kenapa Nay? Pokoknya kamu harus beri tahu orangtuamu kalau kamu ada di sini, biar mereka nggak khawatir! Pakai telepon rumahku saja, biar aku yang hubungin.”

Aku meraih telepon yang ada di samping tempat tidurku hendak memutar nomor telepon rumah Nayshila.

Nayshila menggeleng, “Jangan Key! Aku tidak mau mereka tahu aku di sini!” pintanya. “Key, kamu beruntung punya kedua orangtua yang sangat menyayangimu. Aku ingin sepertimu. Sebenarnya Key…”

“Jangan bilang begitu Nay! Tak ada orangtua yang tak sayang pada anaknya. Kamu sudah makan belum Nay? Aku ambilkan makanan untukmu ya.”

“Nggak usah repot-repot Key, aku masih kenyang.” katanya.

“Nggak akan repot. Makan dulu ya, Nay! Mukamu pucat sekali.” Aku berusaha membujuknya.

“Bener, nggak usah!”

“Ya sudah. Kalau begitu, aku buatkan teh manis hangat untukmu ya.”

Aku pergi ke dapur membuatkan teh manis hangat untuknya. Hari ini aku seorang diri di rumah, orangtuaku sedang pergi baru pulang nanti malam. Entah mengapa perasaanku hari ini sangat tak biasa. Ada rasa resah, gelisah yang tak kutahu kenapa.

“Nay, ini minum tehnya mumpung masih hangat.” Aku menyuguhkan teh itu padanya.

“Makasih, Key,” sambil melihatku penuh selidik, “Kamu kenapa, Key? keliatan beda banget hari ini. Cerita aja sama aku, siapa tahu aku bisa bantu.”

Nayshila tahu, tak kusangka ia perhatian padaku. “Masa’? Hmm, rasanya hari ini aku sedikit gelisah. Aku juga nggak tahu kenapa.”

“Ada masalah dengan Bima ya?” tanyanya.

Aku menghela nafas, “Ah, iya. Akhir-akhir ini Bima menjauh, aku nggak tahu apa salahku.”

Nayshila menatapku, “Coba tanya baik-baik, aku kenal kalian berdua sedari lama. Jika ada masalah bicarakan, jangan pendam dalam hati!”

“Iya Nay.” jawabku menurut.

Aku menatap Nayshila tersenyum, masih saja Nayshila perhatian padahal dia sendiri sedang ada masalah, pikirku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar