Chapter 4
Keadaan Alvian
Aira mengepak semua barang-barangnya. Kekecewaan di hatinya tak terobati. Mungkin lebih baik ia kembali ke Jakarta dan melupakan kota kelahirannya. Terlebih ia akan melupakan sosok Alvian yang sangat dikaguminya.
"Aira...." sapa Mama seraya masuk ke kamar Aira. Aira menoleh sejenak. "Apa kamu tidak terburu-buru meninggalkan kota kelahiranmu?"
"Aira harus pergi, Ma. Aira nggak mau tinggal di kota ini. Kota ini membuat Aira sakit hati, Ma. Sakit hati...."
"Aira... tenanglah. Mama tahu bagaimana perasaanmu."
"Mama tahu bagaimana perasaan Aira sekarang, Ma. Hati Aira sudah hancur."
"Aira, Mama tahu tetang permasalahan kamu. Tapi kamu jangan egois begitu, Aira!"
"Egois? Mama bilang Aira egois?" Aira menghentikan kegiatannya. "Dia sudah melupakan Aira, Ma. Dan kini dia sudah punya pilihan lain."
Mama menghela berat.
"Alvian sudah tidak mencintai Aira lagi, Ma. Alvian sudah punya kekasih."
"Dari mana kamu tahu?"
"Aira lihat sendiri, Ma. Dengan mata kepala Aira."
Mama terdiam. Memperhatikan wajah Aira yang sangat membenci sosok Alvian. Tapi apakah Aira tahu bagaimana perasaan Alvian terhadap dirinya?
"Apakah kamu benar-benar mencintainya?" tanya Mama serius. Aira masih terdiam. Dan beberapa saat kemudian mengangguk pelan.
"Aira sangat mencintainya, Ma...." ucap Aira sendu sambil merengkuh tubuh Mama. Terisak dengan berat.
"Apakah kamu akan menerima Alvian apa adanya?"
Aira melepaskan rengkuhannya. Menghapus airmatanya dengan tisu.
"Maksud, Mama?"
"Aira, ketahuilah. Sejak kepergianmu, Alvian sangat merindukanmu. Alvian ingin sekali bertemu denganmu. Namun hal itu belum terwujud sampai kejadian naas itu menimpa keluarganya."
Aira terpaku, terperangah memperhatikan wajah Mama.
"Sebuah truk besar menabrak mobil yang dikendarai Papa Alvian dan keluarganya hingga hancur. Papa dan Mama Alvian tewas dalam kecelekaan itu. Dan Alvian...." Mama menelan air liurnya. Menghapus pipinya yang mulai membasah.
"Kenapa dengan Alvian, Ma?" tanya Aira penasaran.
"Alvian lumpuh, buta dan pendengarannya berkurang."
"Lumpuh? Buta? Tuli?" Aira seakan tidak percaya atas keterangan Mama.
"Apakah kamu masih mencintainya?"
Aira menangis sejadi-jadinya. Mengapa hal itu harus terjadi pada Alvian, pemuda yang sangat ia cintai. Mama beringsut sambil menggamit tangan Aira. Berjalan menemui Alvian di kediamannya. Sendiri dalam lamunan sepi. Alvian duduk di kursi roda. Pandangannya hampa, sehampa hatinya.
Aira terpaku di ambang pintu. Melihat sosok Alvian yang tak berdaya.
"Alvian...." pekiknya dengan suara parau, isaknya menjelma airmata. "Maafkan aku...."
Dengan perlahan Aira menghampiri kursi roda milik Alvian. Kemudian menggenggam erat jemari tangan Alvian. Mencium keningnya dengan penuh kasih.
"Aku mencintaimu, Al...." gumam Aira sambil terus terisak. Alvian yang terduduk tidak dapat berkata apa-apa. Hanya airmata yang membanjiri pelupuk matanya. Betapa ia ingin melihat sosok Aira. Sosok yang dulu sangat dicintainya. Namun sebuah kenangan pahit telah merentangkan hubungan mereka. Sejarak telaga yang tak bertepi.
"Aira...."
Keadaan Alvian
Aira mengepak semua barang-barangnya. Kekecewaan di hatinya tak terobati. Mungkin lebih baik ia kembali ke Jakarta dan melupakan kota kelahirannya. Terlebih ia akan melupakan sosok Alvian yang sangat dikaguminya.
"Aira...." sapa Mama seraya masuk ke kamar Aira. Aira menoleh sejenak. "Apa kamu tidak terburu-buru meninggalkan kota kelahiranmu?"
"Aira harus pergi, Ma. Aira nggak mau tinggal di kota ini. Kota ini membuat Aira sakit hati, Ma. Sakit hati...."
"Aira... tenanglah. Mama tahu bagaimana perasaanmu."
"Mama tahu bagaimana perasaan Aira sekarang, Ma. Hati Aira sudah hancur."
"Aira, Mama tahu tetang permasalahan kamu. Tapi kamu jangan egois begitu, Aira!"
"Egois? Mama bilang Aira egois?" Aira menghentikan kegiatannya. "Dia sudah melupakan Aira, Ma. Dan kini dia sudah punya pilihan lain."
Mama menghela berat.
"Alvian sudah tidak mencintai Aira lagi, Ma. Alvian sudah punya kekasih."
"Dari mana kamu tahu?"
"Aira lihat sendiri, Ma. Dengan mata kepala Aira."
Mama terdiam. Memperhatikan wajah Aira yang sangat membenci sosok Alvian. Tapi apakah Aira tahu bagaimana perasaan Alvian terhadap dirinya?
"Apakah kamu benar-benar mencintainya?" tanya Mama serius. Aira masih terdiam. Dan beberapa saat kemudian mengangguk pelan.
"Aira sangat mencintainya, Ma...." ucap Aira sendu sambil merengkuh tubuh Mama. Terisak dengan berat.
"Apakah kamu akan menerima Alvian apa adanya?"
Aira melepaskan rengkuhannya. Menghapus airmatanya dengan tisu.
"Maksud, Mama?"
"Aira, ketahuilah. Sejak kepergianmu, Alvian sangat merindukanmu. Alvian ingin sekali bertemu denganmu. Namun hal itu belum terwujud sampai kejadian naas itu menimpa keluarganya."
Aira terpaku, terperangah memperhatikan wajah Mama.
"Sebuah truk besar menabrak mobil yang dikendarai Papa Alvian dan keluarganya hingga hancur. Papa dan Mama Alvian tewas dalam kecelekaan itu. Dan Alvian...." Mama menelan air liurnya. Menghapus pipinya yang mulai membasah.
"Kenapa dengan Alvian, Ma?" tanya Aira penasaran.
"Alvian lumpuh, buta dan pendengarannya berkurang."
"Lumpuh? Buta? Tuli?" Aira seakan tidak percaya atas keterangan Mama.
"Apakah kamu masih mencintainya?"
Aira menangis sejadi-jadinya. Mengapa hal itu harus terjadi pada Alvian, pemuda yang sangat ia cintai. Mama beringsut sambil menggamit tangan Aira. Berjalan menemui Alvian di kediamannya. Sendiri dalam lamunan sepi. Alvian duduk di kursi roda. Pandangannya hampa, sehampa hatinya.
Aira terpaku di ambang pintu. Melihat sosok Alvian yang tak berdaya.
"Alvian...." pekiknya dengan suara parau, isaknya menjelma airmata. "Maafkan aku...."
Dengan perlahan Aira menghampiri kursi roda milik Alvian. Kemudian menggenggam erat jemari tangan Alvian. Mencium keningnya dengan penuh kasih.
"Aku mencintaimu, Al...." gumam Aira sambil terus terisak. Alvian yang terduduk tidak dapat berkata apa-apa. Hanya airmata yang membanjiri pelupuk matanya. Betapa ia ingin melihat sosok Aira. Sosok yang dulu sangat dicintainya. Namun sebuah kenangan pahit telah merentangkan hubungan mereka. Sejarak telaga yang tak bertepi.
"Aira...."
TAMAT
Copyright Sweety Qliquers
www.dindasweet-86.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar