Chapter 1
Ngedate
Hari ini langit begitu cerah, awan seakan-akan menari di atasku. Matahari bersinar begitu terangnya, walau hari begitu panas, aku tetap bersemangat. Semua tampak begitu indah hari ini. Besok aku akan pergi dengan Adeline. Rasa-rasanya aku jadi begitu puitis jika mengingatnya. Sudah kurencanakan dengan matang, besok aku akan menyatakan perasaan yang telah lama kupendam ini. Aku akan membawakan bunga yang kupetik di pinggir jalan untuknya, karena ia tak suka bunga mawar seperti kebanyakan perempuan lainnya.
Lebih baik aku telepon Adeline untuk memastikan rencana kami esok hari.
“Halo, bisa bicara dengan Adel?”
“Rama ya? Kenapa, Ram?”
Dia hafal suaraku, senangnya, pikirku dalam hati, “Cuma mau mengingatkan, besok kita jadi pergi berdua ‘kan?”
“Ya, jadi dong.” suaranya yang merdu terdengar di telingaku.
“Pokoknya tepat jam tujuh malam aku jemput ya Del! Aku akan traktir kamu besok. Aku ‘kan sudah janji sebelumnya.”
“Tapi…”
“Tapi apa Del?”
“Tapi, kalau besok hujan deras aku ngggak bisa pergi Ram.”
“Kenapa?” jawabku galau.
“Masa’ kamu lupa aku ‘kan takut petir.”
“Oh iya ya, aku lupa. Kalau begitu kita berdoa saja semoga besok cerah seperti hari ini!”
“Amin.”
“Sampai besok Del.” kataku bersemangat tak sabar menunggu hari esok. Tiara pun menutup teleponnya.
***
Sepanjang hari aku gelisah memikirkan hari esok.
“Ada nggak ya cara supaya besok nggak turun hujan?” kataku pelan. Memang cuaca akhir-akhir ini sukar diprediksi. Sebentar hujan, sebentar panas. Serba tiba-tiba.
“Bang Rama, kenapa?” tanya adik perempuanku.
“Aku tahu, besok Bang rama mau pacaran sama Kak Adel ‘kan? Pasti Bang Rama takut kalau besok turun hujan.” kata adikku sok tahu.
“Kok, kamu tahu? Nguping ya tadi?” tanyaku ketus padanya.
“Aku punya cara biar besok nggak hujan.” katanya merayuku.
“Gimana De’ caranya?” Penasaran juga aku dibuatnya.
“Bang Rama buat boneka penangkal hujan aja, kayak di Jepang itu loh Bang! Buatnya dari kain putih ada kepalanya dikasi mata sama mulut lagi senyum.” saran adikku.
“Aneh ah. Masa kayak begitu dipercaya?!”
“Ya sudah kalau nggak mau.” Adikku pun pergi meninggalkanku.
Setelah kupikir-pikir, daripada nggak ada kerjaan aku pun akhirnya membuat tiga boneka penangkal hujan, kemudian aku gantung di jendela kamarku. Siapa tahu boneka ini manjur, seperti kata adikku.
Ngedate
Hari ini langit begitu cerah, awan seakan-akan menari di atasku. Matahari bersinar begitu terangnya, walau hari begitu panas, aku tetap bersemangat. Semua tampak begitu indah hari ini. Besok aku akan pergi dengan Adeline. Rasa-rasanya aku jadi begitu puitis jika mengingatnya. Sudah kurencanakan dengan matang, besok aku akan menyatakan perasaan yang telah lama kupendam ini. Aku akan membawakan bunga yang kupetik di pinggir jalan untuknya, karena ia tak suka bunga mawar seperti kebanyakan perempuan lainnya.
Lebih baik aku telepon Adeline untuk memastikan rencana kami esok hari.
“Halo, bisa bicara dengan Adel?”
“Rama ya? Kenapa, Ram?”
Dia hafal suaraku, senangnya, pikirku dalam hati, “Cuma mau mengingatkan, besok kita jadi pergi berdua ‘kan?”
“Ya, jadi dong.” suaranya yang merdu terdengar di telingaku.
“Pokoknya tepat jam tujuh malam aku jemput ya Del! Aku akan traktir kamu besok. Aku ‘kan sudah janji sebelumnya.”
“Tapi…”
“Tapi apa Del?”
“Tapi, kalau besok hujan deras aku ngggak bisa pergi Ram.”
“Kenapa?” jawabku galau.
“Masa’ kamu lupa aku ‘kan takut petir.”
“Oh iya ya, aku lupa. Kalau begitu kita berdoa saja semoga besok cerah seperti hari ini!”
“Amin.”
“Sampai besok Del.” kataku bersemangat tak sabar menunggu hari esok. Tiara pun menutup teleponnya.
***
Sepanjang hari aku gelisah memikirkan hari esok.
“Ada nggak ya cara supaya besok nggak turun hujan?” kataku pelan. Memang cuaca akhir-akhir ini sukar diprediksi. Sebentar hujan, sebentar panas. Serba tiba-tiba.
“Bang Rama, kenapa?” tanya adik perempuanku.
“Aku tahu, besok Bang rama mau pacaran sama Kak Adel ‘kan? Pasti Bang Rama takut kalau besok turun hujan.” kata adikku sok tahu.
“Kok, kamu tahu? Nguping ya tadi?” tanyaku ketus padanya.
“Aku punya cara biar besok nggak hujan.” katanya merayuku.
“Gimana De’ caranya?” Penasaran juga aku dibuatnya.
“Bang Rama buat boneka penangkal hujan aja, kayak di Jepang itu loh Bang! Buatnya dari kain putih ada kepalanya dikasi mata sama mulut lagi senyum.” saran adikku.
“Aneh ah. Masa kayak begitu dipercaya?!”
“Ya sudah kalau nggak mau.” Adikku pun pergi meninggalkanku.
Setelah kupikir-pikir, daripada nggak ada kerjaan aku pun akhirnya membuat tiga boneka penangkal hujan, kemudian aku gantung di jendela kamarku. Siapa tahu boneka ini manjur, seperti kata adikku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar