Chapter 5
Mimpi
“Selamat ya, Sat…” Aku tersenyum bersamaan dengan jabatan yang erat.
“Semoga bahagia ya… Aku selalu mendoakanmu…” ucapku mantap.
“Kamu tampak tampan dengan pakaian pengantin ini…” ledekku, Satria tersenyum bahagia.
“Istrimu juga cantik, cantik sekali. Kebaya itu memang lebih pantas dipakainya daripada aku. Kalau aku yang pakai pasti nggak sebagus dia…” Aku tertawa lepas dan satria membalasnya dengan tawa pula.
“Selamat ya…” ucapku sekali lagi, ketika aku harus melangkah maju bersama barisan tamu undangan yang lain.
Setengah berbisik dalam pendengaranku Adi berkata, “Maafkan aku Tya…” aku tersenyum dan melangkah. “Aku tidak pernah membencimu Satria…” jawabku.
“Krinnnnngggggggggg……… krongggggggggg…… krungggggggggg………” Aku menggeliat. Perlahan membuka kedua mataku dan memicingkannya setelah sadar. Jam wekerku berbunyi. Jam 5 pagi. Saatnya aku harus bangun.
“Ehm… ehmmm…” Aku menggeliat lagi, seolah tidak rela melepas selimut yang membalut tubuhku. Kantuk masih tersisa bersama hawa dingin yang menyerang. Toleransi 5 menit. Aku menutup mata lagi, namun tidak kubiarkan kantuk kembali membuaiku dalam bayangan mimpi. Mimpi… aku mengingatnya, mimpikah aku semalam. Datang ke pesta pernikahan Satria. Aku membuka mataku dan berfikir. Mengapa aku bermimpi tentang Satria dan pestanya. Bukankah pestanya sudah lewat 2 bulan yang lalu. Sudahlah, namanya tidur pasti ada bunganya… (Nggak nyambung ya?)
Mimpi
“Selamat ya, Sat…” Aku tersenyum bersamaan dengan jabatan yang erat.
“Semoga bahagia ya… Aku selalu mendoakanmu…” ucapku mantap.
“Kamu tampak tampan dengan pakaian pengantin ini…” ledekku, Satria tersenyum bahagia.
“Istrimu juga cantik, cantik sekali. Kebaya itu memang lebih pantas dipakainya daripada aku. Kalau aku yang pakai pasti nggak sebagus dia…” Aku tertawa lepas dan satria membalasnya dengan tawa pula.
“Selamat ya…” ucapku sekali lagi, ketika aku harus melangkah maju bersama barisan tamu undangan yang lain.
Setengah berbisik dalam pendengaranku Adi berkata, “Maafkan aku Tya…” aku tersenyum dan melangkah. “Aku tidak pernah membencimu Satria…” jawabku.
“Krinnnnngggggggggg……… krongggggggggg…… krungggggggggg………” Aku menggeliat. Perlahan membuka kedua mataku dan memicingkannya setelah sadar. Jam wekerku berbunyi. Jam 5 pagi. Saatnya aku harus bangun.
“Ehm… ehmmm…” Aku menggeliat lagi, seolah tidak rela melepas selimut yang membalut tubuhku. Kantuk masih tersisa bersama hawa dingin yang menyerang. Toleransi 5 menit. Aku menutup mata lagi, namun tidak kubiarkan kantuk kembali membuaiku dalam bayangan mimpi. Mimpi… aku mengingatnya, mimpikah aku semalam. Datang ke pesta pernikahan Satria. Aku membuka mataku dan berfikir. Mengapa aku bermimpi tentang Satria dan pestanya. Bukankah pestanya sudah lewat 2 bulan yang lalu. Sudahlah, namanya tidur pasti ada bunganya… (Nggak nyambung ya?)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar