Selasa, 12 Januari 2010

Pernikahan Simulasi (11-TAMAT)

Chapter 11
I Love You

“Aku sudah bicara dengan Radit, Pram. Tapi aku terpaksa menunda proses perceraian itu. Radit baru saja kehilangan ibunya. Rasanya tidak pantas bicara soal perceraian saat ini.

“Berapa lama?”

“Entahlah. Sebulan dua bulan mungkin.”

“Kamu tahu waktu kita sangat terbatas, Ran. Aku tidak bisa menunda kepulanganku ke Jerman. Dan aku tidak tahu kapan aku bisa kembali ke sini lagi. Mungkin tidak dalam setahun atau dua tahun ke depan. Dan kita akan kehilangan waktu yang seharusnya bisa kita lewati berdua.”

“Aku tahu, Pram. Tapi aku tidak mungkin meninggalkan Radit sekarang. Dia membutuhkan aku.”

“Aku lebih membutuhkanmu daripada dia, Ran. Dan pikirkan dirimu sendiri. Apa kamu tidak ingin kita bisa seterusnya bersama?”

Kirana menghela nafas panjang. “Entahlah, Pram.” Bisik Kirana.

“Apa maksudmu?” Suara Pram terdengar kaget.

“Aku… Aku tidak akan bahagia kalau Radit menderita.”

“Kirana! Apa yang kamu bicarakan? Dengar, pikir baik-baik. Menurutmu, kalau kamu tersiksa hidup dengannya, ia akan bahagia?”

“Aku tidak merasa menderita menjadi istrinya.”

“Tapi kamu tidak BAHAGIA!”

“Aku bahagia, Pram. Mungkin tidak seperti saat aku bersamamu. Tapi Radit membuatku bahagia.”

“Kamu tidak bisa melakukan ini, Ran. Kamu hanya kasihan padanya. Sebentar lagi kamu akan berubah pikiran dan saat itu kamu akan menyesal karena membuang kesempatan ini.”

“Aku bisa belajar memaafkan diriku sendiri.”

“Ran, kamu tidak mencintainya!”

“Radit mencintaiku. Dan itu lebih dari cukup.”

“Kamu Cuma bingung, Ran. Aku mengerti. Tapi apa kamu lupa kalau aku sangat mencintaimu?”

“Aku tidak akan pernah lupa itu,Pram.”

“Lantas apa yang membuatmu berubah pikiran secepat ini?”

“Radit mengajariku tentang CINTA.”

“Hanya karena itu?”

“Juga karena aku yakin, aku akan belajar mencintainya.”

“Kiran….”

“Selamat tinggal, Pram. Semoga kamu mendapatkan pendamping hidup yang lebih baik dari aku. Mudah-mudahan kamu akan sebahagia aku nantinya, atau mungkin lebih bahagia lagi.”

Telepon ditutup Kirana sebelum air matanya luruh.

“Kiran.”

Kirana tersentak dan berbalik seketika. Entah sudah berapa lama Raditya berdiri di belakangnya. Wajah Raditya penuh tanda tanya dan ia menggeleng perlahan sambil duduk di atas karpet di depan sofa yang diduduki Kirana.

“Kenapa?” Tanya Raditya.

Kirana tak bisa menjawab. Air matanya menetes satu-satu dan dengan lembut Raditya menyeka pipi Kirana dengan jarinya.

“Aku tidak bisa melihatmu seperti ini,” lanjut Raditya pelan. “Ini keputusan yang sangat konyol, Ran. Kamu benar-benar akan membiarkan kesempatanmu berlalu sekali lagi?”

Kirana mengangguk.

“Pram akan membuatmu sangat bahagia, Ran.”

Kirana mengangguk.

“Kamu akan menyesal.”

Kirana mengangguk.

“Kamu akan sedih, kecewa…”

Kirana mengangguk lagi.

“Kamu tidak mencintaiku, Ran?”

Kirana menggeleng.

Raditya terbelalak. “Kiran!” pekiknya tertahan.

“Dit, kamu telah mengajarkanku tentang cinta. Dan selama ini tanpa kusadari aku telah belajar mencintaimu. Dan aku rasa, mungkin aku sudah mencintaimu sekarang. Bukan mungkin! Tapi aku yakin, sangat yakin malah. Kalau aku memang benar-benar mencintaimu sekarang dan sampai maut memisahkan kita berdua.”

“Aku mencintaimu, Ran!”

“Aku juga mencintaimu, Dit.”

Sepasang suami istri yang berbahagia itupun kini berpelukan dengan mesra, seakan tak ada seseorang atau apapun yang dapat memisahkan cinta mereka berdua.




TAMAT
Copyright Sweety Qliquers
www.dindasweet-86.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar