Kamis, 07 Januari 2010

Malam Sejuta Bintang (7)

Chapter 7

Pandewa… I’m In Love




Tuhan tolong!

Jangan biarkan airmataku

jatuh di hadapan Melati

Biarkan aku belajar tegar seperti gadis itu



(Keysha Seruni)

Permohonan Keysha di malam terakhir pertemuannya dengan Melati



***



Dini hari di Pandewa mulai mengembuskan kabut. Kaca-kaca jendela mulai dibasahi embun. Dingin yang menusuk-nusuk tulang memaksa Melati meringkukkan diri pada selimut yang menutupi tubuhnya sebatas dada. Getar pertemuan masih terasa. Sesuatu yang dianggapnya mustahil. Dan memaparkan sebuah kenyataan serupa mimpi.



Namun kali ini semuanya memang bukan mimpi. Marvel telah hadir dalam hidupnya. Ia hadir nyata. Merengkuhnya dalam jarak yang tak begitu jauh. Mengembuskan napas yang senantiasa menghangatkan giris hatinya. Tapi sesekali ia merasa gentar dengan pertemuan mereka. Akankah sang waktu mempermainkan cinta mereka kembali? Mungkinkah sesuatu yang bernama takdir akan hadir dan melerai cinta mereka?



“Aku akan coba menghubungi Kak Tasya,” gugah Marvel, melonjakkan Melati dari lamunannya.



“Tentu. Kamu harus segera menghubungi Kak Tasya. Aku pikir banyak hal yang perlu disampaikannya pada kita nantinya. Bagaimanapun, Kak Tasya adalah wali kita, mewakili orangtuamu yang sama sekali menentang hubungan kita ini.”



Melati masih meringkuk duduk berselubung selimut. Dibacanya guratan wajah sumringah Marvel lewat satu lirikan mata. Pemuda itu sungguh-sungguh mencintainya. Lewat satu ikatan sakral yang akan mereka ikrarkan besok lusa di Taman Century Flower, ia yakin hari-harinya yang kelabu akan tersaput juga. Merenda impian mereka yang selama ini luluh lantak oleh prahara. Legenda cincin meteor itu memang telah berakhir!



“Halo, Kak Tasya?” Sertamerta Marvel menyapa setelah satu sentuhan pada tombol ponselnya aktif.



“Marvel?!” Suara seorang wanita muda terdengar seperti terlonjak di seberang sana.



“Kamu sekarang berada di mana sih, Marvel?! Ibu bilang, kamu kabur lagi dari rumah di Beemart?!”



“Kak Tasya, tolong jangan katakan apa-apa pada Ibu!”



“Tentu saja aku tidak akan bilang apa-apa pada Ibu. Aku hanya mengkhawatirkan keadaan kamu. Aku cemas terjadi apa-apa sama kamu. Kamu kan baru sembuh dari amnesia? Pokoknya, aku sangat takut kamu kenapa-kenapa! Tadinya kupikir kamu malah kambuh, amnesia lagi. Soalnya Ibu bilang, dia tidak dapat menemukan kamu di seluruh Beemart. Mungkin kamu hilang ingatan dan entah pergi ke mana.”



“Sekarang Kak Tasya sendiri ada di mana?”



“Sekarang aku ada di Paris. Mungkin minggu depan aku balik ke New York. Sebenarnya keberangkatanku ke Paris ini bukan dalam rangka apa-apa. Hanya ingin mencari kamu. Ya, siapa tahu saja kamu berada di sini. Chacha (Rossa Anastasya-Cinta pertama Aditya) kan tinggal di sini. Mungkin kamu bersembunyi di apartemennya. Beberapa hari lalu aku ke apartemennya, ternyata kamu memang tidak ada di sana. Ibu sendiri sudah mencarimu ke seluruh pelosok bumi. Hehehe…Tapi Ibu tidak menemukanmu. Hei, kamu ada di mana sih, Marvel?!”



“Aku di Pandewa.”



“Pandewa?! Ya, ampun!”



“Kak Tasya, tolong jangan bilang pada siapa-siapa, ya?!”



“Beres!!!”



“Terima kasih, Kak Tasya.”



“Ya, sudah. Yang penting kamu baik-baik saja.”



“Kak Tasya....”



“Apa?”



“Bisakah Kak Tasya berangkat secepatnya ke Pandewa?”



“Ada apa memangnya?”



“Pokoknya Kak Tasya harus datang tanpa Ibu ke Pandewa meskipun hanya untuk beberapa jam saja. Kak Tasya harus sudah ada di Pandewa ini minimal besok lusa pagi.”



“Detik ini aku bisa berangkat ke sana. Tapi, ada apa sebenarnya?!”



“Tapi Kak Tasya harus janji untuk tidak mengatakan hal ini kepada Ibu dan Ayah, ya?!”



“Iya, iya! Ada apa, sih?!”



Lima detik lamanya Marvel membisu. Entah bagaimana ia harus mengekspresikan moment bahagia yang akan dilaluinya bersama Melati besok lusa. Ponselnya masih menempel di telinga, tapi tak sepatah kata pun kalimat yang terlontar untuk menjawabi pertanyaan penasaran kakak perempuannya itu.



“Halo, Marvel....” Suara di seberang sana terdengar seperti menjerit tidak sabaran.



“Marvel, kamu masih mendengarkan aku atau tidak sih?!”



“Ya, ya, Kak Tasya, Aku masih mendengar, kok." " jawab Marvel secepat meteor.



“Lalu apa alasanmu menyuruhku secepatnya berangkat ke Pandewa?”



“Karena?”



“Karena apa?!”



“Because, I WILL MARRY MELATI THE DAY AFTER TOMORROW!”



Suara di seberang sana terdengar terlonjak. Seperti tidak percaya dengan pendengarannya sendiri, ia terkekeh sebagai tanggapan. Tidak mungkin adik tunggalnya itu dapat mengambil keputusan secepat itu. Apalagi ia baru saja mengalami trauma otak akut, amnesia.



“Apa?!” tanyanya tidak yakin.



“Kamu ingin....”



“Aku ingin menikah dengan Melati. Besok lusa di Taman Century Flower!”



“Ta-tapi....”



“Tidak ada yang dapat memisahkan kami lagi, Kak Tasya!”



“Bu-bukan itu maksudku. Tapi apakah kalian sudah siap....”



“Kak Tasya merestui kami, kan?!”



“Tentu saja. Tapi....”



“Tapi apa sih, Kak Tasya?!”



“It's okay. Aku sangat gembira dengan keputusan kalian itu. Yah, kalau sudah menjadi keputusan bulat, aku harus bilang apa selain menyetujui dan merestui kalian.”



“Terima kasih, Kak Tasya!” Suara Marvel kini yang terdengar seperti sedang terlonjak.



“Entah bagaimana aku harus membalas budi baik Kak Tasya.”



“Sudahlah, Marvel. Aku ini kan kakak kandungmu. Kalau kamu bahagia, aku juga turut bahagia. Dan mana mungkin aku tidak hadir pada seremonial pernikahanmu dengan Melati di Pandewa.”



“Oke. Kalau begitu, aku tunggu kedatangan Kak Tasya di Pandewa,” Kata Marvel dengan nada terharu.



“Aku tidak dapat memaafkan Kak Tasya kalau sampai tidak datang! Sampai jumpa, Kak Tasya.”



“Bye.”



“Eh, tunggu, Kak Tasya!”



“Ada apa lagi?”



Marvel menderaikan tawanya. “Kak Tasya, apakah kali ini jika bertemu nanti, akan memukulku lagi?”



“Marvel, apa-apaan sih kamu ini?” Natasya Permata (Tasya) di Paris terdengar menderaikan tawanya di speaker ponsel.



“Rupanya kamu masih ingat kebiasaanku bila bertemu denganmu. Kupikir setelah amnesia, kamu sudah melupakan kebiasaanku itu. Tapi secara keseluruhan kamu sudah banyak berubah, kok. Kamu jauh lebih dewasa, bukannya Marvel yang suka bikin masalah. Makanya, mungkin ritual pertemuan kita itu aku akhiri saja. Soalnya, Melati banyak ikut andil dalam perubahan dirimu. Hm, aku harus berterima kasih banyak kepada gadismu itu. Dia menyulapmu menjadi orang baik.”



Baterai ponsel Marvel melemah tepat ketika tawanya menyeruak. Terdengar sinyal 'bip' beberapa kali sebelum ia menyudahi pembicaraan.



“Sorry. Ponselku low-bat. Sampai jumpa, Kak Tasya.”



Melati tersenyum, dan sesekali memejamkan matanya karena bahagia. Setelah dilihatnya Marvel menyudahi pembicaraannya dengan sahabat-sahabat dan kakaknya lewat ponsel, maka ia memberanikan diri mendekat kembali ke sisi pemuda itu. Menyandarkan kepala ke pundaknya yang bidang. Serasa masih tidak percaya dan mimpi, dua hari lagi ia akan menikah dengan pemuda yang paling dicintainya!



Seperti dapat meraba alam pikirannya, Marvel mendadak bertanya dengan lembut sembari sesekali jemarinya mempermainkan helai rambut Melati yang jatuh di pelipis.



“Melati, apa yang sedang kamu pikirkan sih?”



Melati tergagap. “Oh, ti-tidak ada apa-apa kok! Aku cuma berpikir, apakah tidak sebaiknya memberitahukan juga kabar gembira kita ini kepada Kak Chacha? Soalnya, Kak Chacha kan banyak membantuku mencarimu saat kamu amnesia dan menghilang di Pandewa.”



Marvel melonjak girang. “Hei, kenapa tidak? Mungkin saja Chacha dapat merias kamu? Bukankah Chacha jago merias? Dia kan model? Uh, pasti dia bakal menyulap Melati Ananda menjadi pengantin tercantik di dunia!”



“Marvel, kamu ini kenapa sih? Aku menyuruhmu mengundangnya bukan karena ingin dia menjadi periasku?” tanggap Melati dengan wajah memerah.



“Lagian, siapa juga yang mau menjadi pengantin tercantik di dunia?”



Marvel terbahak.



“Aku kan menyuruhmu mengundangnya supaya Kak Chacha turut merasakan kebahagiaan kita,” tutur Melati manyun.



“Eh, hampir lupa. Kita juga harus mengundang Keysha! Undang, ya?”



“Untuk apa kamu ingin menghubungi Keysha?”



Marvel bertanya dengan wajah sendu. Sama sekali tidak ingin mengingat kenangan silam bersama gadis yang pernah dicintainya pada suatu masa itu. Ia ingin melupakan semua kenangan manis yang pernah dirajutnya bersama gadis petualang dari Ferindo tersebut. Ia ingin meyudahi segalanya. Hari-hari selanjutnya adalah hari-hari baru bersama Melati. Bukan Keysha. Ia tidak ingin menyakiti hati Melati untuk kedua kalinya lagi. Ia tidak ingin Melati cemburu, dan menyimpan rasa sakit itu di hatinya bila ia menghubungi Keysha - memberitahu dan mengundangnya ke Pandewa.



“Tentu saja kita harus mengundangnya, Marvel. Dia kan teman baik kita juga. Lagian, seumur hidup aku tidak akan dapat melupakan jasa-jasa dan pengorbanannya sehingga kita dapat bersatu kembali. Jadi, mana bisa kita tidak mengabari pernikahan ini kepadanya di Ferindo?”



“Ta-tapi....”



“Marvel, please! Jangan pernah menyangka aku akan cemburu bila Keysha hadir di antara kita. Kenapa? Karena aku tahu cintamu hanya kepada diriku seorang. Aku tahu betapa besar cintamu kepadaku.”



“Baiklah. Aku akan mengundangnya ke Pandewa,” Sahut Marvel, wajahnya sudah sumringah lagi.



“Terima kasih, Marvel," ujar Melati, mempererat gayutan tangannya di lengan Marvel.



“Kita telepon Keysha memakai telepon hotel saja. Soalnya, ponselku lagi low-bat.”

Shancai mengangguk. Secuil senyum kembali mengembang di bibir tipisnya. Dipejamkannya matanya sesaat. Kenangan bersama Keysha dan hari-hari biru persahabatan mereka merupakan memori indah masa lalu. Diam-diam ia bersyukur atas segala rahmat yang diberikan Tuhan kepadanya.



Dan Keysha adalah anugerah itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar