Sabtu, 29 Mei 2010

Akhir Perjalanan (Sinopsis)

Akhir Perjalanan
Created By Sweety Qliquers
(Samarinda, Selasa <> 110510, 0410PM)



Akhir Perjalanan
Chapter 1 Teman Seperjalanan
Chapter 2 Keyakinan Bima
Chapter 3 Akhir Dari Segalanya


Sinopsis

Bima berdiri memberi jalan setelah yakin gadis itu memang hendak duduk di sebelahnya. Ia sengaja mengalah, mempersilakan gadis itu duduk di dekat jendela. Setahunya, penumpang bis lebih suka duduk di dekat jendela. Sebuah tindakan awal yang diharapkan bisa menumbuhkan simpati.

Bima membiarkan Adelia mendahuluinya turun dari atas bis. Bima membuntuti langkahnya dengan jarak yang cukup jauh.

Bima melihat gadis itu melangkah lesu. Rambut panjangnya tergerai dipermainkan oleh angin pagi yang bertiup cukup keras. Seseorang menyeruak dari segerombol orang di tepian sana. Cowok itu berdiri menunggu. Bima yakin, cowok itu adalah Sony. Adelia menghampiri cowok itu, menyentuh lengannya dengan ragu. Keduanya telah berdiri berhadapan dan kini saling bicara. Bima terus melangkah dan sebentar kemudian melewati keduanya. Bima tak ingin menoleh apalagi menyapa Adelia. Ia terus melangkah dan membisu, meski hatinya amat ingin meneriakkan nama Adelia.

Bima tersenyum lebar dan melonjak gembira. Ia tak perlu menunggu terlalu lama. Dilihatnya gadis itu tengah menyeberang jalan dan susah-payah berkelit dari padatnya lalu lintas di depan Balaikota pada sore hari.

Di bawah pohon yang rindang itu keduanya berpelukan erat. Erat sekali..



Tokoh Akhir Perjalanan
Bima Antasena (Bima)
“Mungkin kamu lebih tepat jika punya cowok yang lebih fresh. Yang masih SMA, yang nggak terlalu sibuk dan... tampan seperti aku.”
“Kenapa kita nggak ketemu setahun yang lalu ketika kamu belum punya Sony? Apakah Solo terlalu luas?”
“Kamu yakin bahwa Sony adalah jodoh kamu? Sony yang temperamental itu? Kenapa kamu nggak berpikir bahwa jodohmu baru saja kamu temukan?”
“Siapa yang tahu, Del? Mungkin aja perjumpaan kita yang nggak kita duga ini adalah sebuah awal...”
Tiba-tiba Bima berteriak dan mendorong wajah Adelia ke jendela. “Lihat! Ada bintang jatuh! Mintalah sesuatu, Del. Make a wish!”
“Ya, baiklah. Aku menghormati keinginanmu. Tapi... aku akan menunggu kamu pada tanggal 9 Mei, jam 5 sore di depan Balaikota Solo. Kamu paham tempat itu?”
“Ya. Tepat sebulan lagi, aku menunggumu. Jam 5 sore, aku pasti ada di depan Balaikota pada tanggal 9 Mei nanti. Aku siap untuk kecewa jika kamu nggak datang menjumpaiku. Tapi... datanglah jika kamu memang ingin bertemu denganku.”




Adelia Florenza (Adel)
“Kamu memang cowok yang aneh dan bikin aku suka kaget-kaget dengan candamu.”
“Kamu jangan suka menguping kemudian berprasangka buruk,” desis Adelia.
“Kadang pacaran memang nggak selalu mulus. Ada aja kerikil-kerikil kecil yang.... Ah, cuma kesalahpahaman kecil yang nggak berarti.” Adelia masih mengaduk-aduk isi piringnya dan kemudian menyingkirkan piring itu. Ia minum air putih segelas penuh.
“Lupakanlah, Bim! Kita hanya bertemu dan berteman selama perjalanan ini. Setelah turun dari bis ini di terminal Solo nanti, kita akan saling melupakan. Nggak ketemu, nggak berhubungan. Nggak ada telepon, meski sekedar say hello. Cerita kita berakhir pagi hari nanti.”
“Lupakanlah angan-angan gilamu itu, Bim. Kamu akan melakukan hal sia-sia yang hanya akan membuatmu kecewa. Aku memiliki Sony.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar