Chapter 1
Sebuah Khayalan Yang Indah
Cowok keren itu memandang Nadila lembut dari lantai dansa hingga Nadila merasakan jantungnya berdebar tak karuan. Cowok itu mendatanginya. Berjuta rasa menyerang Nadila, cemas, gugup, senang, grogi dan entah apa lagi.
Cowok itu kian dekat, kaki Nadila gemetar.
“Hai…”
Oh God! Dia bilang hai, pekik hati Nadila. Nadila mencoba tersenyum, tapi suaranya untuk balas menyapa dirasanya seperti bebek, nggak enak didengar.
“Aku ingin mengajakmu berdansa….”
Mengajakku berdansa? Oh God! Nadila tambah gugup, kakinya tambah gemetar, dia tak mampu mengangkat wajahnya yang dirasanya pasti merah padam kayak kepiting rebus.
Cowok itu dengan lembut menarik jari jemari Nadila, memutuskan serba salahnya.
Nadila pun bangkit, dadanya makin keras berdebar, tangan cowok itu dirasanya begitu lembut melingkar di pinggangnya, aroma parfumnya begitu menawan penciumannya, lalu dengan sabar dia menuntun langkah kaki Nadila menuruti langkah-langkahnya. Dengan tatapannya yang penuh cinta, dia berusaha menenangkan Nadila, menentramkan gemuruh jantungnya. Nadila mencoba untuk tidak terus menunduk, dia ingin juga memperlihatkan matanya yang penuh cinta. Kini kaki-kaki Nadila dan cowok itu lincah melantai, di bawah tatapan berpasang-pasang mata yang iri.
Nadila tersenyum bangga, puas, hatinya menertawakan gadis-gadis di sekelilingnya. Mereka begitu cantik dan sempurna seperti putri-putri bangsawan, pakaian-pakaian mereka bercorak indah, terbuat dari sutra, tapi malam ini akulah yang menjadi putri…Ha ha ha!
Buummmm!
Nadila nyaris terjatuh, jantungnya berdebar kencang. Ia memandang aneh ke cowok berambut kribo dan berhidung besar yang dibencinya, yang lagi mungutin buku-buku yang berjatuhan. Orang-orang di perpustakaan menoleh sambil ketawa.
“Sial” umpat hati Nadila kesal. Cowok keren bak pangeran yang tadi berdansa dengannya jadi hilang, raib entah ke mana.
Nadila mendengus membelalakkan matanya. Cowok itu selesai memunguti buku-bukunya, lalu tersenyum kepada Nadila. “Sialan lu! Kribo item jelek! Maki Nadila dalam hati.” Dia emang paling sebel sama cowok yang sering ditemuinya di perpustakaan ini.
Kembali Nadila merapikan buku-buku di rak tinggi itu.
Cowok keren bak pangeran itu muncul lagi, kini bahkan sudah memegang tangan dan mengusap gemes pipinya. Nadila memekik kegirangan, matanya memandang takjub wajah keren itu, yang hanya berjarak beberapa senti dari hidungnya, Nadila membayangkan sebentar lagi sang Pangeran akan semakin mendekatkankan hidungnya dan mencium….
“Hai…!”
Nadila tersentak kaget terbangun dari mimpinya, matanya langsung melotot, dia memandang tak percaya cowok di depannya. My God! Itu pangerannya. Ia benar-benar muncul di depannya.
Cowok yang mirip Gong Yoo itu tersenyum, aduhai, jantung Nadila berdetak gila-gilaan. Cowok itu menarik buku di depan Nadila. Nadila cepat tersadar, pangerannya tertarik dengan buku-buku yang sedang dibacanya.
“Boleh aku pinjam yang ini?”
“Boleh… boleh,” jawab Nadila dengan suara bergetar.
Cowok itu mengangguk.
“Terima kasih Tuhan, Kau kabulkan doaku. Di perpustakaan ini memang tempat yang pas buat nungguin dia, karena dia memang suka baca buku. Akhirnya dia datang juga Tuhan, thanks Tuhan…”
“Kayaknya masih ada seri kedua buku ini, tapi aku nggak tahu di mana tempatnya.”
Wah kesempatan bagus nih, bisik hati Nadila girang, aku akan membantunya mencari buku itu dan perkenalan akan berlanjut, hingga suatu hari dia mengajakku kencan di sebuah pesta, berdansa dan…. Cowok itu mengikuti Nadila dari belakang, Nadila sendiri sedang berpikir, di mana tempat buku All About Love seri 2 yang dimaksudkan cowok itu, sudah beberapa hari Nadila jarang ngubek-ngubek tumpukan di beberapa rak buku karena waktunya akhir-akhir ini lebih banyak tersita untuk sebuah khayalan yang indah.
Oh, pekik Nadila pelan seperti teringat. “Saya pernah kok melihat buku itu, serinya emang banyak, All About Love, First Love….” Wajah cowok itu berubah ceria.
“Di mana tempatnya, mau dong….”
Lalu Nadila pura-pura sibuk membolak-balik tumpukan buku tak jauh dari kursinya, setelah beberapa saat mencari, tentu saja buku itu nggak ditemukan karena buku itu memang nggak ada di situ.
Nadila menarik napas pendek, terlihat kecewa. “Aku yakin buku itu pasti ada di sini sebelumnya, pasti sudah ada yang meminjamnya.”
Cowok itu tersenyum. “Ya pasti ada yang meminjamnya dong, ini kan perpustakaan.” Tiba-tiba si pangeran itu tersenyum dan mengulurkan tangannya. “Nama saya Ryan… Adrian!”
Nah ini dia yang ditunggu-tunggu Nadila, dengan wajah sumringah disambutnya uluran tangan Ryan sambil otaknya yang penuh angan-angan bekerja cepat.
Cowok itu berusaha melepaskan tangannya dan tersenyum kikuk.
“Nama kamu siapa?”
Nadila tersadar tapi bukannya menyadari kekonyolannya yang terus memegang tangan Ryan. “Aku Nadila,” lalu dengan terpaksa dilepaskannya tangan cowok itu dengan senyum manis terus dipanteng sebagus mungkin, berharap senyumnya akan meruntuhkan hati sang pangeran.
Cowok itu tersenyum lagi. “Yuk,” katanya sambil membalikkan badan dan meninggalkan Nadila.
Nadila terpaku di tempatnya, kecewa dengan kepergian Ryan, tapi tetap ada rasa senang yang menjalari hatinya. Ah, ternyata nggak sia-sia aku bermimpi dia. Aha! Mimpiku akan jadi kenyataan. Nadila kembali duduk di tempatnya biasa bergelut dengan buku-buku, dan sesaat kemudian dia sudah meninggalkan alam nyata lagi.
Forgetting Sarah Marshall
14 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar