Chapter 3
Ada Cinta Lain Yang Menunggu
Suatu siang, Rossa, teman sekampusku, yang selalu mendengarkan keluh – kesah dan curahan hatiku, datang menghampiri ku.
“hai Git…” sapanya seraya duduk di sebelah ku.
“Eh.., Rossa? Darimana?“ Tanyaku.
“Nggak.., tadi barusan aja dari kantin depan cari nasi. Tapi gak ada..”
“Oh…” ucapku tersenyum.
“Git, kita makan di Café biasa yuk.. laper ni …” ajak Rossa.
“Boleh.” Jawabku.
Akhirnya kami pun mengalunkan kaki menuju Red Cafe, tempat makan biasa. Seperti biasanya, kami memesan dua porsi makanan dan minuman. Kami menikmatinya sembari bercerita – cerita.
“Git.., ada yang mau aku kasih..”
“Oya? Apa’an Ros…?” Tanyaku penasaran.
“Ini…” ucapnya, sembari memberikan sebuah amplop berwarna biru muda, yach, warna kesukaanku. Aku mengambilnya.
“Surat…??” seruku pelan.
“Iya…” jawab Rossa sembari menganggukkan kepalanya.
“Aku baca ya Ros..?”
“Boleh…” jawabnya singkat.
Aku mulai membuka amplop itu dan membaca nya dalam hati..
“Untuk Gita..
Gita, aku tau aku tak berhak mengatakan ini. Aku pun tau aku tak mungkin bisa menggapai hatimu, untuk itu aku sengaja mengirim surat ini untukmu. Aku mungkin seorang pecundang, pecundang yang tak berani mengatakan apa yang kurasakan. Aku tau aku pengecut Git..
Gita..
Aku mencintaimu..
Aku mencintaimu jauh sebelum Ryan mengungkapkan perasaannya padamu.
Gita..
Aku tau, kau tak akan mungkin bisa melupakan sosok sahabatku. Dan atas nama persahabatan.. aku pun tak mau merenggut hatimu dari almarhum sahabat ku.
Gita..
Ijinkan aku mencintaimu. Walau tanpa harus memilikimu..
Pengagummu: Alfredo“
Setelah selesai membaca surat itu, aku melipatnya kembali. Kupandangi wajah Rossa erat – erat. Aku ingin bersuara sedikit saja padanya tentang perasaan ini, tapi rasanya aku keluh.
“Kemarin aku bertemu dia, dan dia menanyakanmu Git..” tutur Rossa.
“Aku telah membaca suratnya Ros…, dan aku sama sekali nggak pernah menyangka bahwa ada perasaan lain selain sebagai sahabat di hatinya.”
“Dia mencintiamu Git..”
“Tapi aku nggak bisa Ros.., aku telah mencintai sahabatnya. Aku mencintai Ryan.”
“Tapi dia telah pergi dan tak akan mungkin kembali. Sadarlah…” ucap Rossa menasehatiku.
“Buka hatimu untuk menerima cinta yang lain.. di luar sana masih banyak yang mengharapkan cintamu… belajarlah untuk menerima kenyataan. Dia telah pergi.. untuk selamanya Git…” lanjut Rossa sembari memeluk ku erat – erat. Aku menyandarkan kepalaku di bahunya.
Yach, aku tau, Ryan memang telah pergi. Pergi untuk selamanya. Aku tau tak ada harapan untuk bisa melihatnya kembali, selain hanya melihat nisan bisu tempatnya kini bermuara. Di lorong balap Ryan terdampar… terpelanting di antara aspal yang terjal. Darah bercucuran menghambur luas memeluk keganasan waktu.
Ryan telah pergi untuk selamanya. Dia pergi meninggalkan aku dan cinta kami disini, di antara sudut – sudut ruang yang bisu.
Aku masih menunggumu…
Walau sekedar hanya bayangan semu…
Ada Cinta Lain Yang Menunggu
Suatu siang, Rossa, teman sekampusku, yang selalu mendengarkan keluh – kesah dan curahan hatiku, datang menghampiri ku.
“hai Git…” sapanya seraya duduk di sebelah ku.
“Eh.., Rossa? Darimana?“ Tanyaku.
“Nggak.., tadi barusan aja dari kantin depan cari nasi. Tapi gak ada..”
“Oh…” ucapku tersenyum.
“Git, kita makan di Café biasa yuk.. laper ni …” ajak Rossa.
“Boleh.” Jawabku.
Akhirnya kami pun mengalunkan kaki menuju Red Cafe, tempat makan biasa. Seperti biasanya, kami memesan dua porsi makanan dan minuman. Kami menikmatinya sembari bercerita – cerita.
“Git.., ada yang mau aku kasih..”
“Oya? Apa’an Ros…?” Tanyaku penasaran.
“Ini…” ucapnya, sembari memberikan sebuah amplop berwarna biru muda, yach, warna kesukaanku. Aku mengambilnya.
“Surat…??” seruku pelan.
“Iya…” jawab Rossa sembari menganggukkan kepalanya.
“Aku baca ya Ros..?”
“Boleh…” jawabnya singkat.
Aku mulai membuka amplop itu dan membaca nya dalam hati..
“Untuk Gita..
Gita, aku tau aku tak berhak mengatakan ini. Aku pun tau aku tak mungkin bisa menggapai hatimu, untuk itu aku sengaja mengirim surat ini untukmu. Aku mungkin seorang pecundang, pecundang yang tak berani mengatakan apa yang kurasakan. Aku tau aku pengecut Git..
Gita..
Aku mencintaimu..
Aku mencintaimu jauh sebelum Ryan mengungkapkan perasaannya padamu.
Gita..
Aku tau, kau tak akan mungkin bisa melupakan sosok sahabatku. Dan atas nama persahabatan.. aku pun tak mau merenggut hatimu dari almarhum sahabat ku.
Gita..
Ijinkan aku mencintaimu. Walau tanpa harus memilikimu..
Pengagummu: Alfredo“
Setelah selesai membaca surat itu, aku melipatnya kembali. Kupandangi wajah Rossa erat – erat. Aku ingin bersuara sedikit saja padanya tentang perasaan ini, tapi rasanya aku keluh.
“Kemarin aku bertemu dia, dan dia menanyakanmu Git..” tutur Rossa.
“Aku telah membaca suratnya Ros…, dan aku sama sekali nggak pernah menyangka bahwa ada perasaan lain selain sebagai sahabat di hatinya.”
“Dia mencintiamu Git..”
“Tapi aku nggak bisa Ros.., aku telah mencintai sahabatnya. Aku mencintai Ryan.”
“Tapi dia telah pergi dan tak akan mungkin kembali. Sadarlah…” ucap Rossa menasehatiku.
“Buka hatimu untuk menerima cinta yang lain.. di luar sana masih banyak yang mengharapkan cintamu… belajarlah untuk menerima kenyataan. Dia telah pergi.. untuk selamanya Git…” lanjut Rossa sembari memeluk ku erat – erat. Aku menyandarkan kepalaku di bahunya.
Yach, aku tau, Ryan memang telah pergi. Pergi untuk selamanya. Aku tau tak ada harapan untuk bisa melihatnya kembali, selain hanya melihat nisan bisu tempatnya kini bermuara. Di lorong balap Ryan terdampar… terpelanting di antara aspal yang terjal. Darah bercucuran menghambur luas memeluk keganasan waktu.
Ryan telah pergi untuk selamanya. Dia pergi meninggalkan aku dan cinta kami disini, di antara sudut – sudut ruang yang bisu.
Aku masih menunggumu…
Walau sekedar hanya bayangan semu…
TAMAT
Copyright Sweety Qliquers
www.mininovel-lovers86.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar