Chapter 2
Pangeran Impian Nadila
Cowok keren yang bernama Ryan itu muncul lagi esok harinya, Nadila yang tengah sibuk dengan buku-buku yang dipinjamnya langsung tersenyum bahagia.
“Pagi,” sapa Nadila dengan ramah.
Eh kamu, pagi juga,” balasan yang tak kalah ramah.
“Gimana All About Love-nya? Udah baca?”
“Belum, eh kamu tiap hari nongkrong di sini deh kayaknya?” Nadila terlonjak senang, dia merasa diperhatikan.
“Aku suka buku, jadi tempat ini surga buatku. Saking seringnya aku di sini, anak anak kalau nyari buku pasti nanyanya ke aku.”
“Asyik dong, buku kan menambah wawasan.”
“Wah iya, orang yang suka buku kalo ngomong asyik, banyak pengetahuannya dan gak kuper. Kamu mau minjam buku apa?” Nadila memandang lekat-lekat wajah di depannya, dan angannya melayang lagi.
Cowok itu mencium pipinya….
Tapi cowok itu meninggalkan Nadila dan melihat-lihat rak buku.
“Aku punya buku bagus yang baru aja kubaca,” rayu Nadila dan dia berharap kalau cowok itu antusias dengan bukunya, dia pasti akan punya banyak waktu untuk ngobrol dan tentu pula angan-angannya akan semakin panjang... jang... jang… jang…
“Mm… sebenarnya aku lagi gak tertarik sama buku, aku lagi janjian di sini sama seseorang.”
“Menunggu seseorang?” tanya Nadila, jantungnya berdebar.
Nadila seketika kecewa. Siapa yang ditunggu pangeranku? Ceweknya kah? Tapi Nadila cepat berpikir nyari untungnya dulu sambil ngedoain yang ditunggu cowok itu nggak datang, dia akan memanfaatkan waktu yang singkat ini untuk memandang wajah pangerannya lekat-lekat, hingga siapa tahu dia bernafsu untuk memeluk dan menciumnya barang sekejap di perpustakaan yang sepi ini.
“Sambil menunggu maukah kamu membaca buku ini?” Nadila menawarkan buku romance yang sedikit agak-agak liar yang pernah nyasar ke perpustakaan ini, dia berharap Ryan mengerti sinyal yang dilemparkannya.
Ryan melirik jam tangannya, dia kemudian menoleh kepada Nadila dan buku itu.
“Kamu semangat banget supaya aku tertarik dengan bukumu?” Senyum Ryan menggoda.
Wajah nadila merah padam, tapi hatinya senang Ryan bisa menangkap keinginannya.
“Tapi aku nggak konsen nih, aku lagi janjian soalnya. Lain kali aja ya?”
“Iya deh… tadi kamu janjian jam berapa?”
“Ya jam sekarang!” cowok itu mengacuhkan Nadila dan berdiri ke dekat jendela perpustakaan, lalu dia mondar-mandir gelisah sambil melihat-lihat keluar.
Nadila pelan-pelan mendekati. Angan-angannya lalu melayang, cowok itu akan mengusap wajahnya hingga kulit wajahnya yang hitam menjadi putih, dan ladang jerawatnya terhapus semua.
Cowok itu terlihat heran saat dia melihat Nadila sudah berdiri di belakangnya, Nadila gugup dan serba salah, tapi kemudian cowok itu tersenyum, senyumnya cute banget, kumis halusnya begitu indah.
“Kamu suka pesta…?”
“Pesta?”
“Ya, Pesta dansa!”
“Pesta dansa? Wah aku suka sekali itu, pesta kan selalu menyenangkan, saling berpasang-pasangan dan berpakaian seksi.” Nadila tertawa kecil.
“Anak-anak di kelas kami minimal sebulan sekali bikin acara pesta.”
Nadila ingat mimpinya berdansa dengan Ryan. Ryan yang mengajaknya turun melantai. Wah... mimpi-mimpiku akan jadi kenyataan, pikir Nadila girang.
“Nanti kamu aku undang, mau?”
Nadila langsung memegang tangan cowok itu. “Mau dong, kapan?”
“Kapan-kapan ya,” Ryan langsung melepaskan tangan Nadila.
“Ng….” Nadila melirik malu-malu. “Aku pergi sendirian?” tanyanya semakin berani.
“Tentu saja nggak.”
“Sama kamu?”
“Yah terserah kamu….”
Sheila memekik senang dalam hati, dia pun ge-er. Dia berpikir cowok itu juga sedang melancarkan rayuan-rayuan yang menjurus mewujudkan angan-angannya. Sebentar lagi Ryan akan bilang “Aku ingin mengajakmu ke pesta dansa, kamu mau?”
“Mau!” teriak Nadila dengan gembira.
Kening Ryan berkerut heran.
“Apa kamu bilang?”
Nadila kaget dan malu. Pangerannya belum ngajak kok udah teriak mau. Nadila buru-buru tersenyum.
“Kalau kamu ngajak, pasti aku nggak ke mana-mana deh. Kapan?”
“Ouh,” sahut Ryan pendek, alisnya tambah berkerut kerut, lalu melirik jam tangannya lagi.
Nadila menarik napas pendek, menunggu sang pangeran mengajaknya kencan di malam pesta. Ah, dia pasti sedang gugup, pasti dia lagi nyari-nyari ungkapan yang puitis untuk mengajakku, bisik hati Nadila. Atau jangan jangan dia takut aku menolaknya. Aha, bisa jadi, ge-er hati Nadila.
Dua menit berlalu, tiba-tiba cowok itu mendekati Nadila. “Aku….”
“Ya, gimana?” tanya Nadila cepat, matanya yang besar nyaris gak punya kelopak makin gede membola.
Cowok itu diam sejenak, menatap Nadila heran. Cewek aneh dengan penampilan yang juga aneh, bisik hatinya. Tapi lain bagi Nadila. Oh God… dia menatapku, dia terpesona, pekik hatinya histeris.
“Yuk deh, aku cabut dulu ya!”
Nadila tersadar. Bukankah dia belum mengungkapkan kata-kata puitisnya untuk mengajakku? Kenapa dia tiba-tiba pergi. Ah… sial! Pasti dia mengira aku menolaknya. nadila memaki-maki dirinya sendiri, mestinya dia lebih berani lagi merayu pangeran itu.
Ah, tolol banget aku!
Forgetting Sarah Marshall
14 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar