Kamis, 27 Mei 2010

Darah Di Bibir (1)

Chapter 1
Sebuah Bayangan


Tiara menurunkan teman-temannya di perbatasan jalan. Cium peluk dan salam perpisahan membuatnya merasa bersalah. Seharusnya mereka sampai di tempat tujuan bersamanya, namun kantuk dan tugas lain yang berderet membuatnya harus memutuskan untuk sampai di sana saja dia mengantar teman-temannya.

“Tuh ada taxi Ra, kami turun di sini saja.”

Olivia, temannya yang cantik menunjuk sebuah taxi parkir di tepi jalan, lalu Tiara menepi dan memarkir sebentar mobilnya, mengucapkan salam perpisahan untuk teman-temannya.

“Hati-hati ya, maaf aku nggak bisa antar sampai rumah.” Ucap Tiara sambil mencium sahabatnya Olivia.

“Nggak apa-apa, terima kasih ya.”

“Kamu yang hati-hati, jangan ngebut.”

Reza sang jagoan kampus menepuk bahunya pelan, sekelebat Tiara menangkap kilatan bayangan. Darah.

“Aku nggak anter kalian sampai rumah, agar kalian bisa berduaan. Mana ucapan terima kasihnya?”

Dan tawa riang berderai menghiasi wajah tiga sahabat itu. Tiara segera memacu mobilnya melesat di antara kabut pagi dan pengendara di tengah jalan memanjang. Tugas akhir selesai dikerjakannya bersama ketiga sahabatnya, tinggal menunggu sidang skripsi yang cukup menyita gentar di hati. Namun kegelisahan menghantui dan segera melenyapkan kantuknya, terusik bayangan dua wajah yang sama dicintainya.

“Aku masih mencintaimu Reza, walau pun kita sudah mengikrarkan berakhirnya hubungan kita karena kita memang harus bersahabat saja.”

Desahnya sambil menyelami alunan Ku ingin selamaya Ungu dari radio. Dinyalakannya rokok mencoba mengusir bayangan yang melekat erat di genggaman hatinya.

“Dan haruskah kusampaikan padamu Olivia, tentang halaman yang pernah kulalui bersama orang yang sekarang memelukmu dengan hangat?”

Lalu diusirnya gelisah itu dengan memacu mobilnya semakin kencang. Jalanan seakan melintas cepat memberinya waktu untuk menuang sedikit galau dan pedih.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar