Kamis, 27 Mei 2010

Menunggu Kekasih (1)

Chapter 1
Kenangan Tentang Ryan


Mengapa bayangannya masih terus menghantuiku? Menghantui hari – hariku, dan mencekam perasaanku. Ada dia di ruang rindu yang tersembunyi. Yang terkadang membuatku seperti orang gila yang mencari sesuatu yang telah hilang. Seandainya waktu dapat berhenti sejenak, aku ingin menghentikannya dan membiarkan waktu tetap menyatukanku dengan Ryan. Rasanya terlalu singkat pertemuan yang terlintas mengiringi kebersamaan kami.

Aku ingin mengusir rasa trauma ini. Membuangnya jauh – jauh di asa yang kelabu. Terlalu sakit untuk kukenang semuanya. Yach, terlalu rumit untuk kudeskripsikan betapa sakitnya kehilangan. Tapi aku tak bisa menghentikan waktu, walau sejenak. Aku tak bisa berkata pada suratan takdir saat ia merenggut nyawa kekasihku. Aku ingin berkata “Jangan ambil kekasih ku…”, tapi yang ada, waktu terus merebutnya dariku, membiarkannya menangis menahan rasa sakit, dan membiarkanku menumpahkan kepedihan lewat air mata yang tak bernada.

Kapan senja datang?
Datang kembali seperti dulu.
Kapan waktu itu tiba?
Memberikanku kesempatan untuk bermanja dengannya?
Akh….

Semua telah berakhir.., karam bersama puing – puing penyesalan yang berantakan. Semua nyaris tenggelam, tak menyisihkan ruang – ruang harapan untuk dapat bertemu kembali. Aku yang dulu selalu menghabiskan waktu bersama Ryan, aku yang dulu selalu bermanja dengannya, kini.. semua nyaris menjadi kehampaan.

***
Setiapkali ingin menghabiskan waktu, kini aku hanya menghabiskannya sendiri. Berjalan ke tempat – tempat yang dulu pernah kami singgahi. Yach, aku seperti orang yang tak tau kemana tujuan. Yang ada di benakku hanyalah “aku rindu dia”.

Aku tak tau sampai kapan aku akan terus mengharapkannya kembali. Aku tak tau sampai kapan aku akan terus di hantui oleh bayang – bayang Ryan.

Setiapkali aku mendengar suara deru sepeda motor yang melaju kencang, rasanya gendang telingaku mau pecah. Rasanya korneaku ingin menuangkan air mata darah. Dan rasanya dadaku sesak. Aku ingin menjerit sekuat – kuatnya. Yach, semua karena terlalu pahitnya kenyataan yang pernah kujalani dulu bersama Ryan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar