Chapter 1
Perasaan Kamila
“Gue down banget, Sya…” kata Kamila dengan tangan terus mencorat-coret buku diary-nya pada Syafa, sahabat karibnya. Syafa menatap Kamila bingung.
“Subhanallah. Kenafa?” Tanya Syafa.
“Duh, Sya… ayo dong latihan. Kamu sudah di Indonesia. Bukan tinggal di Arab Saudi lagi. Kok masih juga nggak bisa ngucapin huruf p?” ucap Kamila gemes.
“Allahu akbar. Duh, gue nggak bisa. Gue kan keturunan Arab, Mil….” Jawab Syafa polos.
“Iya. Tapi kan nggak harus seperti itu. Bilang Pizza, Fizza. Nggak papa jadi nggak fafa….”
“Iya, iya….Gue coba deh. Trus ngafain lo down lagi? Kayak listrik aja sering down? Nanti gue fasangin stabilizer, baru tahu rasa….” Kata Syafa lagi. Tetep pake f. Bukan p.
“Sya, lo tahu kan kalau gue ada hati sama si Dimas?”
“Astaghfirullah…. Ya tahu dong. Lo kan naksir banget si Dimas…”
“Iya, trus?”
“Ternyata, I am only one of them. He treats me not as special as I look at him, I am like another girl he has….” Kata Kamila dengan mata berkaca-kaca.
Syafa berdiri.
“Mau ke mana! Gue belum selesai curhat….”
“Ambil kamus. Gue nggak ngerti kalau lo ngomong fake bahasa Inggris…”
“Nggak usah deh, nggak usah. Gue terjemahin. Maksud gue, ternyata bagi Dimas gue bukan satu-satunya cewek yang dekat dengan dia. Gue bukan cewek spesial si Dimas….” Kata Kamila sedih.
“Nggak fafa, Mil… Dimas memang bukan cowok elo kan? Kamu bilang dia hanya teman tapi mesra….”
“Tapi gue cinta Dimas, Sya….”
“Iya. Tafi lo juga udah jadian sama Andhika dan Dimas udah punya cewek, Stella….”
“Iya… Tapi rasa ini nggak bisa gue enyahkan. Gue suka mikirin dia. Dia nyaris sempurna di mata gue, Sya. Dia cakep, keren, pinter, jago basket….”
“Gue ngerti, Mil. So what gitu loh… Lo harus ‘bumbata’. Buka mata buka telinga. Si Dimas udah punya cewek. Biar namanya kayak pengharum ruangan, tapi Stella juga manusia….”
“Trus gimana dong, Sya…. Gue nggak bisa lari dari rasa ini. Setiap saat gue pengen ketemu dia, pengen sms dia, pengen denger kabar dia….”
“Nggak fafa…. Lo jangan mellow ya? Lo musti terus fufuk rasa cinta lo pada Andhika. Lo kan belum putus sama Andhika….”
“Sya, gue sedih…. Ajak gue ke mana aja lo pergi. Biar suntuk gue ilang….”
“Masyaallah. Ke mana? Lihat fentas tari ferut?”
“Ih, yang bener dong. …”
“Subhanallah… Mil, saran gue, mending lo ngomong sama Dimas apa adanya….”
“Bahwa gue cinta dia? Nggak, Sya. Cukup rasa itu gue aja yang miliki. Gue memang harus terima kenyataan bahwa Dimas bukan milik gue….” Kata Kamila.
“Bagus. Kata fak ustad, kamu adalah cewek yang sabar. Sabar itu dicintai Allah. Berarti kamu hamba yang dicintai Allah. Subhanallah…. Alhamdulillah. Allahu akbar….” Kata Syafa panjang lebar.
“Sya… lo banyak zikirnya kalau ngomong. Lo emang udah ngebet banget pengen jadi ahli surga ya nanti…” kata Kamila.
“Amin, amin. Betul. Abi gue yang ngajarin. Di mana-mana kita kan harus berzikir. Ingat Allah….”
“Tapi lebih baik disimpan dalam hati aja zikirnya. Nanti orang bilang, mentang-mentang keturunan Arab…. Dikira riya’ lho…”
“Innalillah. Betul lo, Mil. Alhamdulillah lo udah ingetin gue….”
Forgetting Sarah Marshall
14 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar