Kamis, 07 Januari 2010

Sketsa Ungu Keping Hati (7)

Chapter 7

Jangan Ungkit Kenangan Itu




Sekonyong-konyong punggung Melati menegak. Ucapan laki-laki tadi — maksudnya Papa! —kembali berdengung di telinganya. “Nanti malam tunggu Papa, ya? Papa akan datang. Merayakan ulang tahun Mel....”



Ya, Tuhan!



Ia tak ingin membiarkan laki-laki itu menemuinya.



Ia belum siap.



Paling tidak, bukan untuk saat dimana hatinya masih kusut-masai seperti sekarang. Tergopoh-gopoh dikemasinya pakaiannya. Demikian sibuknya hingga tak menyadari kehadiran Bang Dhika di ambang pintu.



“Mau kemana, Mel?”



Melati menoleh. “Pulang?” suaranya basah dalam getar yang kentara.



“Kenapa secepat ini?”



“Ada kuis besok.”



“Bukan karena Papa bakalan datang kan?”



Degg!



Pandangan Melati mengabur sudah.



Dihindarinya tatapan mengawasi Bang Yogi dengan pura-pura sibuk merapikan travel bag-nya.



Bang Dhika mendekatinya. Merengkuh bahunya dari belakang.



“Kenapa harus berbohong, Mel?”



Melati menelan ludahnya dengan susah payah. Kerongkongannya tiba-tiba mengering. Dan membuatnya tersedak tiap hendak melontarkan kata.



“Nggak ada yang bakalan ngehukum lo, kalo’ lo ngomong jujur.” bisik kakak laki-lakinya itu pelan.



“Bang Dhika ngerti perasaan lo. Memang nggak mudah melupakan sebuah luka. Tapi, emangnya lo nggak pengen memberikan kesempatan sama Papa untuk mengurangi sedikit rasa bersalahnya? Apa yang dilakukannya pada keluarga kita memang sulit dimaafkan. Tapi bagaimanapun, ia masih tetap menyimpan cinta untuk kita. Anak-anaknya. Perasaannya akan kian terluka kalo’ kita tega menampiknya. Sebenernya Papa patut dikasihani, Mel!”



“Bang Dhika pengen bujuk gue supaya gue tetap tinggal menemui dia?”



“Seandainya Bang Dhika punya hak untuk itu, Bang Dhika bakalan keluarkan semua perbendaharaan kata bujukan yang Bang Dhika punyai. Tapi nggak. Lo bukan Melati-kecil seperti dulu lagi. Lo pasti sudah tahu mana yang terbaik.”



“Tapi perbuatannya menyebabkan kita semua menderita,” sentak Melati tajam. Suaranya bergelombang.



“Mama gila, dan semua orang lantas melontarkan pandangan mencemooh. Bang Reyhan...” Isak kecilnya pecah. Ia ingat Marvel, dan seketika merasa menjadi orang paling malang di plenat biru ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar