Chapter 3
Menunggu Yang Membosankan
Clara membuka mata dengan kepala yang terasa berkonde di depan dan belakang hasil dari kurang tidur dan reaksi minuman beralkohol. Astaga! Sudah jam sembilan pagi. Ia harus segera berangkat jika tak ingin ketinggalan pesawat. Tidur bisa diteruskan di perjalanan. Ia pun bergegas mandi.
"Ma, Clara berangakat dulu ya?" Diciumnya Mama tercinta, tentu saja setelah ia mandi ala koboi. Mama yang berjiwa muda dan sangat mengerti Clara, mengangguk dan menciuminya seperti biasa.
"Sudah minum aspirin?" Mama mengulurkan roti buat bekal jika Clara lapar di perjalanan.
"Sudah, Ma," Clara memeluk sekali lagi. "I'm gonna miss you, Ma," ujarnya, enggan rasanya melepas. Walaupun usianya sudah di akhir duapuluhan, Clara masih saja manja kepada Mamanya.
"Jaga diri ya, Nak," Mama mengelus rambut Clara. "Kalau jatuh, bangun sendiri."
Clara tertawa. Ia segera masuk ke dalam taksi yang membawanya ke bandara.
Sampai jumpa lagi Mama, sampai jumpa lagi Jakarta, dan pergilah ke neraka, kau, Arjuna!
***
Tergopoh-gopoh Clara memasuki counter check-in dan mendapatkan pengumuman pesawatnya ditunda selama 'kemungkinan' dua jam.
"Huh, bete deh!" Clara menuju lounge sambil mengomel sendiri. "Kenapa sih pesawat di Indonesia jarang sekali yang tepat waktu?!"
Majalah yang dibelinya sudah habis terbaca. Kepastian keberangakatan belum ada juga. Menunggu hal yang tak pasti sangat menyebalkan. Rasa kantuk dan sakit kepala serta pedih di hati yang masih bercokol membuat Clara uring-uringan. Ia mencoba sebisa mungkin untuk tidak tertidur karena takut ketinggalan pesawat. Ah, tangannya menyentuh bungkus rokok semalam yang ternyata ada di dalam tasnya. Pastilah ia memasukkannya saat tidak sadar subuh tadi ketika tiba di rumah.
"Daripada ngantuk, sebatang tak apalah," Clara membatin guna meyakinkan dirinya sendiri sambil melangkah ke ruang khusus untuk merokok di ruang tunggu tersebut. "Mumpung masih di Jakarta."
***
Pesawat telah mendarat. Clara masih harus melanjutkan perjalanan dengan mobil travel untuk menuju kota tempat ia bekerja sebagai senior auditor internal sekaligus asisten kepercayaan alias tangan kanan Plant Manager sebuah perusahaan yang memproduksi dan mengekspor fashion plus perlengkapannya yang terbuat dari kulit. Kantor pusatnya ada di Jakarta, namun salah satu pabrik yang cukup besar ada di kota kecil ini. Kota kecil yang mulai terlihat perkembangannya. Kota kecil yang damai tenteram dan jauh dari ketergesa-gesaan sehingga menyuguhkan keteraturan hidup. Kota kecil yang masih menganggap tabu wanita merokok.
Forgetting Sarah Marshall
14 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar