Chapter 3
Jeritan Hatiku
Kerajaan Ferindo
12 September 2009
Kak Indra,
Musim dingin di Milton (Negara yang dikunjungi oleh Keysha, yang dikatakannya pada malam terakhir pertemuannya dengan Melati) menggigilkan aku dalam sepi. Keindahan kota tua itu nyaris hilang ditelan rimbun salju. Sangat menyedihkan. Padahal aku ingin menghapus lara dalam hatiku dengan genangan indah kenangan. Untuk itulah aku pergi dari kota ini. Ritual melanglang buana, aku cukupkan sampai disini. Aku harus pergi. Dan kembali ke kediamanku yang damai disini, Ferindo.
Jangan menertawai tulisanku yang jelek ini. Karena dibalik tulisan cakar ayamku ini ada hal penting yang ingin aku ungkapkan pada Kak Indra. Dalam suratku kali ini, ada impian dan kenangan yang selama ini – tanpa kusadari telah membentuk seorang Keysha sehingga mampu berdiri dengan kepala tegak menghadapi getir kenyataan. Ketika semuanya membaur dalam benakku, sekali lagi hanya Kak Indra-lah tempatku melabuhkan keresahan. Aku minta maaf. Dan jangan menganggap Keysha Si Pemberani ini merupakan gadis pengganggu. Bukannya bintang timur yang senantiasa menerangi mereka yang tersesat. Sungguh, aku tidak pernah menganggap Kak Indra sebagai talang yang mampu menampung semua unek-unekku. Kenapa? Karena Kak Indra adalah saudara sekaligus sahabatkku yang terbaik di dunia.
Lewat surat sepanjang cerita pendek ini aku ingin menitipkan salam untuk orang-orang yang pernah demikian dekat di hatiku. Setiap mengingat mereka, hatiku serasa berdarah. Diam-diam aku selalu menangis untuk itu. Tapi aku tidak pernah menyesali mengapa Tuhan menggariskan pertemuan seorang gadis pelarian Kerajaan Ferindo dengan seorang cowok amnesia konglomerat, Marvel Andromedha.
Kak Indra,
Sebenarnya sejak dulu aku tahu ingatan Marvel sudah pulih. Dia juga sudah menemukan cintanya yang sejati pada Melati saat aku menghadapi kenyataan yang memilukan ini. Mulanya aku benar-benar tidak dapat menerima kenyataan ini. Karena itulah aku dengan tamak menerima kebaikan Marvel untuk menemaniku berkeliling dunia terakhir kali.
Aku hanya berpura-pura berani, bersikap tegar menghadapi sang kematian. Sebenarnya aku sama sekali tidak berani menghadapi kehilangan dan perpisahan. Karena itulah aku melukis semua punggung manusia. Membuat apa yang aku cintai seolah tidak lekang dari mataku. Ya, mungkin aku terlalu egois. Mungkin aku terlalu picik menyikapi semua kenyataan ini!
Naif, ya?!
Tapi akhirnya aku sadar, apa yang telah kita miliki tidak selamanya abadi. Suatu saat semua akan lepas. Seperti saat vonis dokter beberapa waktu lalu bahwa usiaku yang mungkin memendek oleh penyakit meningoenchepalitis. Lalu apa artinya semua yang kita miliki sementara jiwa kita pun tidak dapat melekat pada raga selamanya?!
Apa artinya semua ini?!
Marvel mendampingiku menjelajahi satu kota ke kota yang lain. Saat melihat dunia yang indah ini, akhirnya aku sadar dan mengerti kenapa Tuhan melibatkan aku ke dalam kisah Marvel dan Melati?
Tuhan ingin aku belajar sesuatu!
Tuhan ingin memaparkan sebuah ketegaran dan keberanian yang ditunjukkan-Nya lewat seorang Melati.
Aku belajar dari gadis itu. Belajar atas kegigihannya mendapatkan cintanya yang hilang! Belajar atas kesabarannya menunggu seseorang yang seolah dirampas dari kehidupannya! Belajar dari perjuangannya menempuh kerasnya penentangan dirinya oleh Mentari Olivia, ibunda Marvel Andromedha!
Aku belajar sedikit demi sedikit dari Rumput Liar itu. Bangun dari kekalahan. Bangkit dari kenyataan pahit tentang kematian yang akan memendekkan perjalanan hidupku. Aku belajar untuk tabah menghadapi penyakit yang akan memangkas usiaku yang kini cuma sejengkal tangan.
Aku jadi lebih tegar seperti karang. Karena sesungguhnya hidup itu tidak serumit yang dibayangkan banyak orang. Hidup untuk saling mengasihi tanpa pamrih merupakan anugerah indah. Aku merasa bahagia telah menyatukan dua hati itu.
Aku tidak terluka!
Sungguh. Meskipun sesaat rasanya sakit, tapi kebahagiaan mereka telah menumbuhkan rasa lain di hatiku. Jauh mengalahkan rasa sakit itu. Bahkan sama sekali menyambutnya dengan sukacita. Aku telah membahagiakan orang yang paling aku cintai seumur hidupku, Marvel Andromedha!
Kak Indra,
Mungkin Kak Indra akan sinis menertawai romantisme ini. Terlalu cengeng barangkali? Tapi sungguh, aku tidak terluka. Aku baik-baik saja. Jauh merasa lebih bahagia ketimbang tetap memaksakan diri memiliki Marvel seutuhnya. Kenapa?! Karena dengan begitu, cintaku akan tetap abadi di hati. Aku jadi bersemangat untuk bertahan di dunia ini. Dengan ketulusan cintaku pada Marvel, aku mendadak mengerti dan paham bahwa aku harus hidup.
Ya, aku harus hidup!
Aku ingin tetap hidup. Tapi tentu saja semua itu tidak cukup hanya sebatas kata-kata. Aku harus memperjuangkannya. Aku tidak boleh menerima nasib ini begitu saja. Aku akan memperjuangkan kesembuhan diriku. Aku tidak boleh menyia-nyiakan kobaran semangat yang telah kalian berikan untuk kesembuhanku agar tetap dapat bertahan hidup. Kalau ingat ayah dan rakyat bangsaku yang setiap hari mendoakan aku dalam ritual-ritual mereka, juga motivasi dan dorongan moril Kak Indra, Marvel dan Melati, mana boleh aku begitu lemah dipermainkan penyakit?!
Mana boleh aku begitu?!
Kak Indra,
Oleh karena itu aku terus mengusahakan kesembuhan diriku. Menjalani serangkaian terapi dan pengobatan. Dan pada akhirnya, lewat bantuan Ayah, aku menemukan donatur sumsum tulang yang tepat. Ini mukjizat dari langit untukku, Kak Indra!
Ini mukjizat!
Kak Indra,
Saat membaca suratku, mohon jangan menangis. Jangan mengkhawatirkan aku lagi. Karena aku sudah kembali dengan selamat di Ferindo. Karena akhirnya keyakinanku membuat Tuhan tersentuh. Tuhan mendengar doa-doa kita semua. Tuhan memberikan mukjizat melalui kesembuhan diriku. Operasi transplantasi sumsum tulang telah berhasil aku jalani. Aku selamat. Aku bahagia. Sangat bahagia.
Kak Indra,
Tolong titip salam untuk mereka. Tolong sampaikan kebahagiaanku ini pada Marvel dan Melati. Aku tahu Kak Indra tidak akan mengecewakan aku, bukan?
Well,
Aku janji tahun depan akan berada di pabrik anggur kita di Pandewa. Aku akan menantang Kak Indra minum anggur merah. Tapi sabar sampai tahun depan ya, Kak Indra? Sebab masih banyak urusan di sini yang harus aku selesaikan. Aku masih harus bersitegang dengan Ayah yang selalu mengharuskan aku ikut protokoler Kerajaan Ferindo. Harus berlaku layaknya Yang Mulia Tuan Putri Kerajaan. Manis duduk di Istana untuk dipingit Pangeran, entah, dari Kerajaan mana! Bukannya kucing liar yang kerjanya keluyuran dengan jins belel dan seperangkat alat lukisnya!
Kak Indra,
Jangan tertawa membaca suratku. Jangan tertawa membayangkan Yang Mulia Tuan Putri Keysha memakai gaun sepanjang kereta api, dengan sepasang sepatu berhak tinggi semeter yang bakal bikin tersandung setiap menaiki undakan di tangga Istana. Hahaha....
Di sini aku merasa jauh lebih baik ketimbang tiga tahun lalu saat kabur ke Pandewa. Aku merasa lebih sedikit dewasa. Mungkin waktu telah mengajari aku banyak hal. Sehingga beban kebangsawanan yang senantiasa dipikulkan ke pundakku oleh pihak Istana, khususnya Ayahku, jauh terasa lebih enteng dan ringan. Mungkin juga semua hal itu diandili besarnya pengorbanan cintaku terhadap Marvel, yang membuat aku jadi lebih dewasa dan mandiri. Entahlah. Yang pasti, aku merasa Tuhan telah mengutus seorang Marvel atau Virgo ke dalam hidupku. Agar aku dapat mengerti Arti cinta yang sesungguhnya!
Kak Indra,
Mungkin sudah saatnyalah aku menghentikan hanya melukis punggung orang-orang lagi. Aku ingin melukis wujud orang sesungguhnya. Karena dari keutuhan wujud lukisan itulah aku dapat melihat keberanian seorang Keysha. Yang berani dan jujur melihat lika-liku kehidupan, dan menerima apa pun yang telah digariskan Tuhan untukku!
Terima kasih untuk segalanya. Semoga Tuhan selalu melindungi Kak Indra, sahabat terbaikku di dunia.
My Luv 4 U
Keysha Si Pemberani
Forgetting Sarah Marshall
14 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar