Chapter 1
I Love You... Chacha
Chacha, semua yang ada padamu hanyalah keindahan dan kesempurnaan. Andai saja kamu buatan pabrik, tentulah kamu rakitan seorang maestro dengan komponen pilihan utama. Tidak saja kamu cantik. Tapi juga pintar. Rendah hati, ramah dan baik. Mungkin penilaianku sangat subjektif. Tapi memang begitulah kamu.
Chacha, aku mencintaimu. Bahkan amat sangat mencintaimu. Cintaku padamu melebihi apapun di muka bumi ini. Termasuk diriku sendiri.
Mungkin terdengar gombal. Tapi begitulah adanya. Dan aku yakin aku bukanlah satu-satunya pemuda yang mencintaimu. Tapi aku juga yakin tak ada pemuda yang mencintaimu melebihi aku. Katakan Chacha, apapun akan kuberikan demi mendapatkan cintamu.
Chacha...
“Aduh...”
“Melamun lagi? Kamu tahu tidak, kucingku kebanyakan melamun, sorenya mati kelindas kereta api.”
Aku mengelus kepalaku yang ditimpuk Rendy dengan tasnya. “Itu kucingmu. Kucingku lain lagi ceritanya.”
“Apa?”
“Pagi melamun, sorenya diadopsi sama Luna Maya.”
Rendy terbahak. “Ngarang!”
Aku mesem. Bayangan Chacha hilang dari benak. Namun justru sosoknya yang kini hadir di depan mata. Tanpa menoleh kanan-kiri apalagi ke atas, Chacha melenggang indah menuju bangkunya yang berada paling depan sebelah kanan.
Makin hari Chacha makin cantik saja, Dengan rambut model apapaun, selalu sesuai dengan wajahnya. Andaikan dimodel seperti rambut ‘Giring Nidji’ pun, barangjaki Chacha tetap cantik. Atau bisa jadi semakin cantik.
Chacha, I realy love you. So much.
“Hei...” Rendy mencolek bahuku.
“Apa?”
“Lihat tuh, Chacha makin cantik aja. Tapi sayang...”
“Kenapa?” Tanyaku penasaran.
“Sayang dia nggak mau sama kamu.”
“Habis tampang kamu kurang komersil.” Rendy mencibir.
“Kaya’ tampang kamu lebih bagus aja dari aku.”
“Tampangku memang tidak setampan Tom Cruise atau Brad Pitt. Tapi aku punya percaya diri yang tinggi.”
“Itu bukan percaya diri namanya. Tapi nggak tahu diri.”
“Lihat saja. Aku akan mendapatkan Chacha.”
“Mimpi!” Ejek Rendy, menahan senyum.
Chacha cantik, itu semua orang tahu. Banyak pemuda yang jatuh cinta padanya, itu juga sudah menjadi rahasia umum. Tapi kalau aku terobsesi untuk mendapatkan Chacha, itu hanya aku yang tahu.
Setahuku Chacha belum punya pacar. Tapi seandainya pun sudah punya pacar, langkahku takkan surut. Selagi janur kuning belum menggantung di depan rumahnya, Chacha masih bebas memilih. Apalagi di zaman edan ini, yang punya anak saja masih ada yang mengejar.
I Love You... Chacha
Chacha, semua yang ada padamu hanyalah keindahan dan kesempurnaan. Andai saja kamu buatan pabrik, tentulah kamu rakitan seorang maestro dengan komponen pilihan utama. Tidak saja kamu cantik. Tapi juga pintar. Rendah hati, ramah dan baik. Mungkin penilaianku sangat subjektif. Tapi memang begitulah kamu.
Chacha, aku mencintaimu. Bahkan amat sangat mencintaimu. Cintaku padamu melebihi apapun di muka bumi ini. Termasuk diriku sendiri.
Mungkin terdengar gombal. Tapi begitulah adanya. Dan aku yakin aku bukanlah satu-satunya pemuda yang mencintaimu. Tapi aku juga yakin tak ada pemuda yang mencintaimu melebihi aku. Katakan Chacha, apapun akan kuberikan demi mendapatkan cintamu.
Chacha...
“Aduh...”
“Melamun lagi? Kamu tahu tidak, kucingku kebanyakan melamun, sorenya mati kelindas kereta api.”
Aku mengelus kepalaku yang ditimpuk Rendy dengan tasnya. “Itu kucingmu. Kucingku lain lagi ceritanya.”
“Apa?”
“Pagi melamun, sorenya diadopsi sama Luna Maya.”
Rendy terbahak. “Ngarang!”
Aku mesem. Bayangan Chacha hilang dari benak. Namun justru sosoknya yang kini hadir di depan mata. Tanpa menoleh kanan-kiri apalagi ke atas, Chacha melenggang indah menuju bangkunya yang berada paling depan sebelah kanan.
Makin hari Chacha makin cantik saja, Dengan rambut model apapaun, selalu sesuai dengan wajahnya. Andaikan dimodel seperti rambut ‘Giring Nidji’ pun, barangjaki Chacha tetap cantik. Atau bisa jadi semakin cantik.
Chacha, I realy love you. So much.
“Hei...” Rendy mencolek bahuku.
“Apa?”
“Lihat tuh, Chacha makin cantik aja. Tapi sayang...”
“Kenapa?” Tanyaku penasaran.
“Sayang dia nggak mau sama kamu.”
“Habis tampang kamu kurang komersil.” Rendy mencibir.
“Kaya’ tampang kamu lebih bagus aja dari aku.”
“Tampangku memang tidak setampan Tom Cruise atau Brad Pitt. Tapi aku punya percaya diri yang tinggi.”
“Itu bukan percaya diri namanya. Tapi nggak tahu diri.”
“Lihat saja. Aku akan mendapatkan Chacha.”
“Mimpi!” Ejek Rendy, menahan senyum.
Chacha cantik, itu semua orang tahu. Banyak pemuda yang jatuh cinta padanya, itu juga sudah menjadi rahasia umum. Tapi kalau aku terobsesi untuk mendapatkan Chacha, itu hanya aku yang tahu.
Setahuku Chacha belum punya pacar. Tapi seandainya pun sudah punya pacar, langkahku takkan surut. Selagi janur kuning belum menggantung di depan rumahnya, Chacha masih bebas memilih. Apalagi di zaman edan ini, yang punya anak saja masih ada yang mengejar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar