Chapter 3
Kedekatan Aleeya & Dimas
Kini Aleeya tidak lagi pendiam seperti dua hari lalu. Ternyata gadis berkacamata ini pandai bicara juga. Wajahnya tampak berekspresi ketika menjelaskan satu per satu buku yang sudah dibacanya. Mata bulatnya yang tersembunyi di balik kacamata tampak berbinar indah. Wajahnya yang tidak terlalu cantik seperti memancarkan sesuatu yang menarik. Yah, wajah itu menyembunyikan kecerdasan. Mungkin tumpukkan ilmu yang diperolehnya dari membaca buku.
Belum pernah Dimas memandangi wajah gadis yang seperti ini. Biasanya saat berbincang dengan gadis-gadis ia hanya bisa menikmati kecantikan dan kemulusan kulitnya yang terkadang bila terlalu lama dipandang jadi membosankan. Berbeda dengan wajah Aleeya yang semakin lama dipandang semakin menarik. Dimas bahkan menebak jika Aleeya mau membuka kacamatanya pasti wajah gadis ini lebih menarik. Matanya bulat dan tatapannya tajam. Tanpa sadar Dimas bergumam sendiri sambil terus mendengarkan Aleeya yang asyik berceloteh.
Aleeya pun tanpa sadar menjadi banyak bicara. Satu hal yang jarang dilakukannya. Selama ini ia hanya berbicara banyak dalam hatinya. Paling banter ia menuliskan kejadian-kejadian menarik yang ditemuinya dalam buku diarinya. Atau membuatnya menjadi sebuah cerita untuk dikirimkan ke majalah. Yah, tak ada teman kampusnya yang tahu bahwa Aleeya adalah penulis cerpen yang karyanya banyak menghiasi majalah-majalah remaja. Hanya keluarganya yang tahu, itu pun setelah Aleeya memberitahukan nama samarannya.
Tak terasa, sudah satu jam lebih Dimas dan Aleeya mengobrol panjang lebar. Seperti yang sudah-sudah, Dimas yang duluan berpamitan karena ada jadwal latihan basket. Sebelum pergi, Dimas sempat mengajak Aleeya untuk menonton latihan basket, tapi segera ditolak oleh gadis itu. Bisa menjadi berita yang menghebohkan di kampus bila ketahuan Aleeya dan Dimas jalan berdua. Aleeya merasa minder.
Dimas dan Aleeya semakin akrab karena sering bertemu dan ngobrol di perpustakaan. Dimas sendiri heran mengapa jadi ketagihan berbincang panjang lebar dengan Aleeya. Ada satu hal dalam diri Aleeya yang tidak ditemukan pada gadis lain. Perpaduan antara kepolosan dan kepintaran.
Sementara itu, bisa dibayangkan bagaimana perasaan Aleeya dengan keakraban yang baru dijalinnya. Kini, tak hanya buku tujuannya ke perpustakaan. Setiap kali datang ke perpustakaan ia merasa deg-degan menunggu kedatangan Dimas. Ia pun tak lagi grogi seperti dulu bahkan kini merasa lebih percaya diri. Dimas pernah dengan terus terang mengatakan bahwa gadis seperti Aleeya yang memiliki pengetahuan luas tentang pustaka sudah sangat jarang dijumpainya. Apalagi saat mengetahui ternyata Aleeya juga pandai menulis cerpen. Kekagumannya pun semakin bertambah. Sikap Dimas yang jujur inilah yang membuat Aleeya merasa tersanjung.
Meskipun merasa bahagia dengan kehadiran Dimas, Aleeya tidak berani berharap banyak. Dia tidak ingin melambung terlalu tinggi karena jika jatuh pasti sakitnya terasa luar biasa.
Beberapa kali Dimas menawarkan diri mengantarkan Aleeya pulang ke rumah bila waktu sudah hampir petang. Tapi dengan halus Aleeya selalu menolaknya. Aleeya juga menolak untuk sekedar diajak makan dan minum di kantin. Aleeya tidak mau keakrabannya dengan Dimas diketahui mahasiswa lain. Bahkan ketika berada di perpustakaan, Aleeya selalu memilih tempat yang agak tersembunyi. Berjaga-jaga kalau Dimas datang, agar keduanya tidak mudah terlihat orang banyak.
Forgetting Sarah Marshall
14 tahun yang lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar