Sabtu, 27 Maret 2010

Bintang Tak Akan Jatuh (5-End)

Chapter 5
Ultah Chacha


Di pesta ulang tahun Chacha. Aku duduk kecapekan di teras belakang rumah. Nafasku ngos-ngosan. Aku memang capek luar biasa. Dari pagi sampai tadi kerja terus. Nggak ada istirahatnya. Semua memang aku kebut sendirian. Dari mengangkati sofa-sofa ke luar ruangan, mendekor ruangan, sampai mengambil pesanan kue ulang tahun. Aku babat sendirian.

Meski capeknya setengah mati, aku cukup senang bisa membahagiakan Chacha. Setidaknya Chacha jadi tahu kalau aku ini bisa diandalkan. Aku tersenyum bangga. Segera aku bangkit. Kudengar suara-suara dari ruang depan. Tamu-Tamu sudang datang rupanya. Aku harus segera mandi dan tampil maksimal. Biar sebanding kalau nantinya berdiri di samping Chacha saat pemotongan kue.

Untung aku bawa baju dan peralatan mandi. Aku mandi di kamar mandi pembantu. Kedua pipiku kusabuni sampai benar-benar kinclong. Barangkali saja nanti dapat jatah ciuman dari Chacha.

Sehabis mandi aku dandan sebentar. Memakai jas kawin ayahku dulu yang kuambil diam-diam-diam. Sekalian juga memakai dasi kupu-kupu yang kupinjam dari Mas Burhan, tetanggaku. Rambutku yang berantakan kuberi minyak rambut. Biar nggak terlihat seperti sarang tawon. Setelah semuanya cukup pantas, aku masuk ke ruangan tengah yang telah kusulap menjadi arena pesta.

Aku berjalan dengan dada membusung dan wajah terangkat. Kulepas senyum ke segala arah dan sudut. Kurasakan seluruh mata tertuju padaku. Andai aku selebritis, pastinya kilatan blitz akan mengarah padaku saja.

Kudekati Chacha yang tengah berbincang dengan Helen. Duh, aku terpesona melihatnya. Dia terlihat seperti bidadari dengan balutan gaun berwarna biru muda begitu. Bahunya yang terbuka terlihat sangat mulus dan kinclong.

"Yan, bisa tolong aku?"

"Apa yang nggak bisa aku bantu buat kamu. Ryan gitu, loh!"

Chacha tersenyum senang. "Tolong dong, aturin kendaraan di luar. Katanya semrawut. Jadi susah parkirnya. Sekalian kamu jaga juga. Biar nggak ada yang hilang."

"Oke. Itu sih kecil."

"Kamu baik, deh!" Chacha menowel pipi kananku. Aku terkaget karenanya.

Aku keluar. Memang benar mobil parkir semrawut. Ada yang melintang kanan, ada yang melintang kiri. Waduh, baru belajar setir mobil barangkali semuanya. Parkir saja tidak becus.

"Woi, dekorator merangkap jadi tukang parkir juga?"

Aku menoleh. Rendy tertawa terbahak melihatku. Aku mencibir jelek.

"Ngapain kamu datang? Memangnya diundang?"

Tanpa menjawab Rendy mengacungkan undangan di tangannya.

"Bawa kado nggak? Kalau nggak, nggak boleh masuk."

"Tuh ada yang mau parkir."

Aku menoleh. Mobil sedan mulus terlihat masuk. Aku berlari menyongsong. Rendy tertawa-tawa masuk ke dalam.

"Kiri! Kiri! Terus! Ya, Stop!"

Seorang pria keluar dari dalam mobil.

"Lama benar datangnya, Mas! Parkiran sudah semrawut, nih."

Matanya memicing menatapku. "Apa hubungannya parkiran sama aku?"

"Bukannya Mas satpam di rumah ini?"

"Enak saja. Aku ini pilot. Bukan satpam. Baca nih. Nggak pernah naik pesawat, ya?! Kasihan deh, lu!"

Aku garuk kepala. Eh, benar juga. Sial deh. Kirain satpam. Seragamnya mirip sih.

"Maaf deh, Mas."

"Kerja yang benar. Jaga mobil aku. Awas kalau sampai lecet."

"Iya...."

Dia berlalu. Gagah nian gayanya. Kulihat ia membawa seikat bunga.

Kudengar lagu selamat ulangtahun mengalun dari dalam. Aku harus ada di samping Chacha, nih. Segera aku masuk. Kulihat si Pilot tadi berdiri di samping Chacha. Ia membantu Chacha memotong tart tiga tingkat itu. Chacha memberikan potongan itu padanya. Baru sekali para undangan meneriakkan kata cium, si Pilot itu sudah mencaplok bibir Chacha. Anehnya Chacha cuma ketawa saja.

Dadaku terbakar melihatnya.

"Teman-teman, ini namanya Mas Bima. Pacar Chacha. Chacha sangat bahagia, meski sangat sibuk, Mas Bima masih menyempatkan diri untuk datang ke pesta ini."

Aku terperanjat. Pria itu pacarnya? Jadi....selama ini Chacha menganggapku apa?
Kaki kuhentak kesal. Aku berbalik.

"Yan, mau kemana?" Rendy mengejarku.

"Pulang!" sahutku ketus.

Di parkiran kulihat mobil mulus tadi. Aku tersenyum licik. Kukempeskan seluruh ban mobil itu. Biarin deh. Nggak berani mengempeskan orangnya, mobilnya juga jadi.

Rendy cuma angkat bahu. Lantas ia berbalik kembali masuk ke ruangan.

"Ren, tega kamu ya...."

Matanya memicing.

"Teman lagi sedih, malah kamu tinggalkan begitu saja."

Rendy terbahak. "Aku juga bilang apa? Kamu yang kege-eran. Jadi pulang saja sendiri. Gila aja aku tinggalkan makanan-makanan enak di dalam."

Aku terdiam. Lunglai aku melangkah pulang. Tiba-tiba perutku terasa perih, baru terasa laparnya sekarang. Terbayang makanan-makanan enak di ruang pesta tadi. Liurku berlomba keluar. Kebimbangan menyergap. Terus pulang atau berbalik.

Akhirnya aku berbalik. Seperti kata Rendy. Gila aja meninggalkan makanan-makanan enak. Nggak dapat orangnya, dapat makanannya juga jadi. Akan aku habiskan semuanya. Biar si Pilot itu nggak dapat apa-apa. Biar perutnya kempes mirip ban mobilnya. Hahahaha....




TAMAT
Copyright Sweety Qliquers
www.mininovel-lovers86.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar