Chapter 1
Kedatangan Bima
Kedatangan Bima
Gerimis malam itu masih saja belum reda. Aku tetap saja menanti berhentinya kereta api di stasiun Gambir, menunggu kepulangan Bima yang selalu kunantikan suara lembutnya. Jujur aku sangat rindu padanya dan rindu itu kurasa amat mendalam setelah hampir satu tahun ini kami terpisah pada jarak. Bima berkuliah di Yogyakarta sedangkan aku sendiri meneruskan kuliahku di Jakarta.
Kereta api sudah berhenti dan penumpang berhuyung-huyung turun. Mataku sibuk mencari Bima diantara kerumunan orang berlalu-lalang. Namun sayang tak kudapati Bima di sana. Janjinya untuk datang menemuiku kurasa hanya janji belaka. Kesetiaanku menunggunya di stasiun selama dua jam berlalu begitu saja. Amat dingin kurasa udara malam itu, tapi hatikulah yang lebih merasakan dingin. Mimpiku yang saat itu akan kurasakan pelukan hangat Bima serasa melayang jauh bersama sepinya stasiun.
Aku masih saja berdiri termangu. Mataku sudah basah akan air mata, menahan gejola hatiku yang kian membara.
“Hai…lama ya nunggu aku?” ucap seseorang lembut.
Aku berbalik arah. Mataku melotot terkejut melihat Bima telah berdiri di depanku seraya menyunggingkan senyum manisnya. Aku hanya tersenyum haru dan semenit kemudian aku segera memeluk Bima, melepaskan kerindukanku padanya selama ini.
“Kamu membuatku hampir menangis, Bim” ucapku di sela isakan tangisku.
“Bukan hampir tapi emang sudah kan?” canda Bima. Aku memukul pelan dada Bima. Merasa haru sekaligus bahagia. Bima hanya tertawa kecil dan mendekapku erat.
“Kita pulang yuk..” ajak Bima.
Aku termangu sesaat. Kecupan lembut yang begitu kurindukan tak kudapati saat itu. Sikap Bima yang selau kaku tetap kudapati meski telah satu tahun kami terpisah pada jarak. Jujur Bima bukanlah tipe cowok romantis. Bima adalah cowok tegas dan bijaksana yang tak pernah memberiku belaian lembut kecuali dengan canda dan leluconnya. Namun begitu aku selalu sayang dan cinta dia. Aku sendiri yakin bahwa Bima juga mencintaiku. Buktinya selama lebih tiga tahun kami pacaran tak sekalipun Bima menyakitiku. Bima selau membuatku tertawa diantara nada-nada humornya. Selama kami pacaran Cuma sekali Bima menciumku ketika aku ulang tahun dan itupun juga di kening.
“Heh.. kok ngelamun sih, pulang yuk.” Kata Bima mengagetkanku. Aku mengangguk pelan dan membiarkan Bima menggandeng tanganku. Ada yang janggal saat itu kurasakan. Ya.. Bima mau menggandengku.
Kereta api sudah berhenti dan penumpang berhuyung-huyung turun. Mataku sibuk mencari Bima diantara kerumunan orang berlalu-lalang. Namun sayang tak kudapati Bima di sana. Janjinya untuk datang menemuiku kurasa hanya janji belaka. Kesetiaanku menunggunya di stasiun selama dua jam berlalu begitu saja. Amat dingin kurasa udara malam itu, tapi hatikulah yang lebih merasakan dingin. Mimpiku yang saat itu akan kurasakan pelukan hangat Bima serasa melayang jauh bersama sepinya stasiun.
Aku masih saja berdiri termangu. Mataku sudah basah akan air mata, menahan gejola hatiku yang kian membara.
“Hai…lama ya nunggu aku?” ucap seseorang lembut.
Aku berbalik arah. Mataku melotot terkejut melihat Bima telah berdiri di depanku seraya menyunggingkan senyum manisnya. Aku hanya tersenyum haru dan semenit kemudian aku segera memeluk Bima, melepaskan kerindukanku padanya selama ini.
“Kamu membuatku hampir menangis, Bim” ucapku di sela isakan tangisku.
“Bukan hampir tapi emang sudah kan?” canda Bima. Aku memukul pelan dada Bima. Merasa haru sekaligus bahagia. Bima hanya tertawa kecil dan mendekapku erat.
“Kita pulang yuk..” ajak Bima.
Aku termangu sesaat. Kecupan lembut yang begitu kurindukan tak kudapati saat itu. Sikap Bima yang selau kaku tetap kudapati meski telah satu tahun kami terpisah pada jarak. Jujur Bima bukanlah tipe cowok romantis. Bima adalah cowok tegas dan bijaksana yang tak pernah memberiku belaian lembut kecuali dengan canda dan leluconnya. Namun begitu aku selalu sayang dan cinta dia. Aku sendiri yakin bahwa Bima juga mencintaiku. Buktinya selama lebih tiga tahun kami pacaran tak sekalipun Bima menyakitiku. Bima selau membuatku tertawa diantara nada-nada humornya. Selama kami pacaran Cuma sekali Bima menciumku ketika aku ulang tahun dan itupun juga di kening.
“Heh.. kok ngelamun sih, pulang yuk.” Kata Bima mengagetkanku. Aku mengangguk pelan dan membiarkan Bima menggandeng tanganku. Ada yang janggal saat itu kurasakan. Ya.. Bima mau menggandengku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar