Sabtu, 13 Maret 2010

Tak Bisakah Dia Romantis??? (3)

Chapter 3
Maafkan Aku, Bim


Apa benar kata Mitha? Entahlah aku sendiri tak mengerti. Kadang aku sendiri sempat berfikir apa benar Bima mencintaiku, karena selama ini Bima tak sekalipun membelaiku ketika dia apel. Hatiku benar-benar sakit mengingat itu semua. Bima bukanlah tipe cowok romantis yang selau kuimpikan, Bima yang selau bersikap biasa bila bersamaku dan anehnya semua itu kujalani begitu saja selama tiga tahun lebih. Bukan waktu yang singkat memang, karena itu aku selalu berusaha menepis jauh-jauh kegundahanku soal cowok romantis. Tapi tidak dengan malam itu. Ketidaksabaranku menunggu Bima yang molor datang membuatku semakin yakin kalau Bima tidak menyayangiku ataupun mencintaiku. Hubungan itu hanya sebagai hubungan berstatus pacaran tapi tanpa cinta. Meskipun tiga tahun yang lalu Bima resmi mengikrarkan cintanya padaku.

“Kamu lama ya menugguku? Maaf mobilku mogok tadi.” kata Bima menghentikan niatku yang ingin meniggalkan taman saat itu juga.

“Tidak ada alasan lain?” tanyaku sinis. Bima menatapku janggal.

“Kamu marah, Ra?”, tanya Bima datar.

Aku hanya acuh tak acuh. Aku ingin tahu bagaimana reaksi Bima jika melihat aku marah. Aku ingin Bima mengerti apa yang aku iginkan, menjadi cowok romantis itulah mimpiku. Tidak seperti saat itu. Aku dan Bima duduk dalam jarak setengah meter. Tidak dekat dan mesra-mesraan seperti pasangan lain malam itu.

“Ra maafin aku, tapi mobilku emang tadi mogok.”

“Kamu kan bisa telepon atau sms aku Bim, bukan dengan cara membiarkanku menuggumu kayak gini.”

“Aku lupa bawa Hp Ra.”, ucapnya pelan. Aku tetap tak mengindahkannya.

“Kamu tahu tidak Bim, malam ini aku semakin yakin kalau kamu memang tidak pernah serius mencintaiku” paparku tersendat.

“Ra kenapa kamu bicara seperti itu. Apa kamu kira selama tiga tahun lebih kita pacaran aku hanya iseng saja. Aku pikir kamu bisa paham tentang aku, tapi nyatanya…”

“Ya aku memang tidak paham tentang kamu. Kamu yang kaku dan beku bila di sampingku yang tidak pernah membelaiku dan mengucapkan kalimat-kalimat indah di telingaku. Kamu yang cuma sekali mencium dan berkata aku cinta kamu. Kamu yang tidak memberiku perhatian-perhatian romantis selama ini. Kamu..kamu Bim membuatku muak dengan semua ini”, kataku dengan nada tersendat.

Mataku telah tergenang air hangat dan aku sunguh tidak sanggup lagi membendungnya.

“Jadi kamu pikir cinta cuma bisa diungkapkan dengan keromantisan Ra, kamu kira hubungan kita terjalin tanpa rasa apa-apa dariku?”, tanya Bima.

Aku masih terdiam bisu dalam tangisku.

“Ra..selama ini aku mengira kamu sudah mengerti banyak tentang aku, tapi ternyata aku salah. Kamu bukan Daraku yang dulu..”

“Kamu memang salah menilai aku dan akupun juga salah menilai kamu. Menilai tentang hatimu dan tentang cintamu selama ini.”

“Perlu kamu tahu Ra, aku sangat mencintaimu dan sayangnya rasa cintaku ini harus kamu tuntut dengan keromantisan.”

“Aku tidak bermaksud menuntut Bim, aku cuma ingin hubungan kita indah seperti orang lain.”

“Wujud dari keindahan itu bukan terletak pada keromantisan Ra, tapi terletak pada cinta itu sendiri. Aku tidak pernah membelai dan menciummu karena aku menghormati cinta kita. Aku tidak ingin hubungan kita menjadi ternoda dengan hal-hal yang dimulai dari belaian ataupun ciuman. Aku sayang kamu dan dengan itulah aku bisa buktikan seberapa dalam aku mencintaimu.”

Dadaku berdesir seketika. Segera kutatap mata teduh Bima. Disana kudapati keteduhan cinta dan kasihnya.

“Ra… jika kamu anggap cinta cuma bisa dinyatakan dengan sentuhan-sentuhan keromantisan itu salah. Cinta bukan cuma itu saja. Yang terpenting adalah bagaimana kita bisa menjaga hubungan suci itu tetap suci sampai kita benar-benar terikat pada hubungan yang halal. Selama ini aku kira kamu bisa mengrti itu semua. Tapi aku salah dan untuk itu aku minta maaf jika aku tidak bisa menjadi seperti apa yang kamu mau.”

“Bim aku cuma..”, ucapku tak kuteruskan.

Ada rasa sesak yang keluar begitu saja di hatiku. Aku telah melukai Bima dan itu bisa kulihat dari kalimat datarnya.

“Kamu tidak salah Ra dalam hal ini. Dan sepatutnya aku melepaskanmu malam ini, membiarkanmu mencari cowok romantis seperti harapanmu. Jangan kamu kira aku tidak pernah mencintaimu, karena itu membuatku terluka. Jujur selama hidaupku aku tidak pernah memikirkan gadis lain selain dirimu.”

Bersamaan kalimat itu Bima berlalu meninggalkanku. Entah…kenapa bibirku tak mampu mencegah langkah Bima. Semua kurasa bagai mimpi. Hanya dengan satu kesalahan kubuat semua berakhir dalam sekejap. Air matakupun sudah mengalir deras. Seharusnya aku bangga memiliki Bima yang tidak pernah ‘neko-neko’. Seharusnya aku tidak mendengarkan pendapat-pendapat Mitha tentang cowok romantis. Seharusnya aku tidak membuat Bima terluka saat itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar