Chapter 3
Si Motivator
Perasaan yang lain mungkin dirasakan dua insan yang bertegur sapa, menghadirkan aroma wangi dalam kehidupan yang menebar ke seluruh ruang lingkup jiwa, gemetar…!, gelisah…! dan rasa itu semakin dalam tatkala aku menjumpainya dalam suatu kegiatan.
Hari menyibukkan buatku, tim bantuan “dadakan” membantu korban banjir telah bersiaga di pos masing-masing malam itu juga.
“Semua belum dievakuasi, bantuan obat-obatan perlu tersalurkan! Selamat berjuang kawan” semangat ketua timku.
Berbekal perahu karet kusisiri gang demi gang, banyak juga rumah yang tenggelam, malam ini dingin bukan kepalang, di mana-mana air, tubuhku menggigil, ya mungkin maklum lah!, biasa di udara yang panas.
Satu per satu warga yang mau dievakuasi menaiki perahu karet, berkali-kali sudah aku kembali untuk mengevakuasi warga sampai kokok ayam membahana. (heran juga kok masih ada ayam yang hidup, banjir aja sampai dada orang dewasa)
Pagi yang melelahkan, tapi inilah kewajiban….!
Kulihat mata indah itu tak lelah beraktifitas, aku terkaget dengan pandangan waktu itu, Melly ternyata masuk tim dadakan ini, wajah khas sundanya menghiasi seisi tenda pengungsian.
“Melly…!,” Panggilku.
“Hai, Rico…!” Jawabnya.
“Kapan kamu gabung dengan tim ini,” tanyaku saat itu.
“Kemarin, aku ikut gabung dengan teman-teman,” jawabnya kalem.
“Capek ya Ric…!,” gantian Melly yang bertanya.
“Nggak juga,” jawabku.
“Ahh…! kamu Ric, ayo…! jangan bercanda saja,” ajak Melly.
“Oke Boss,” jawabku.
Kami kembali ke aktifitas masing-masing, Melly di bagian konsumsi dan obat-obatan, dan akupun kembali menyisiri gang demi gang.
Saat berpisah, sebait kalimat keluar dari mulutnya, “Ayo dong Ric!, semangat…! masak kalah..!,” Melly memotivasiku.
“Nggak juga,” sahut kita ber barengan, tertawapun tak terelakan.
Si Motivator
Perasaan yang lain mungkin dirasakan dua insan yang bertegur sapa, menghadirkan aroma wangi dalam kehidupan yang menebar ke seluruh ruang lingkup jiwa, gemetar…!, gelisah…! dan rasa itu semakin dalam tatkala aku menjumpainya dalam suatu kegiatan.
Hari menyibukkan buatku, tim bantuan “dadakan” membantu korban banjir telah bersiaga di pos masing-masing malam itu juga.
“Semua belum dievakuasi, bantuan obat-obatan perlu tersalurkan! Selamat berjuang kawan” semangat ketua timku.
Berbekal perahu karet kusisiri gang demi gang, banyak juga rumah yang tenggelam, malam ini dingin bukan kepalang, di mana-mana air, tubuhku menggigil, ya mungkin maklum lah!, biasa di udara yang panas.
Satu per satu warga yang mau dievakuasi menaiki perahu karet, berkali-kali sudah aku kembali untuk mengevakuasi warga sampai kokok ayam membahana. (heran juga kok masih ada ayam yang hidup, banjir aja sampai dada orang dewasa)
Pagi yang melelahkan, tapi inilah kewajiban….!
Kulihat mata indah itu tak lelah beraktifitas, aku terkaget dengan pandangan waktu itu, Melly ternyata masuk tim dadakan ini, wajah khas sundanya menghiasi seisi tenda pengungsian.
“Melly…!,” Panggilku.
“Hai, Rico…!” Jawabnya.
“Kapan kamu gabung dengan tim ini,” tanyaku saat itu.
“Kemarin, aku ikut gabung dengan teman-teman,” jawabnya kalem.
“Capek ya Ric…!,” gantian Melly yang bertanya.
“Nggak juga,” jawabku.
“Ahh…! kamu Ric, ayo…! jangan bercanda saja,” ajak Melly.
“Oke Boss,” jawabku.
Kami kembali ke aktifitas masing-masing, Melly di bagian konsumsi dan obat-obatan, dan akupun kembali menyisiri gang demi gang.
Saat berpisah, sebait kalimat keluar dari mulutnya, “Ayo dong Ric!, semangat…! masak kalah..!,” Melly memotivasiku.
“Nggak juga,” sahut kita ber barengan, tertawapun tak terelakan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar