Chapter 11
Kesepian Di Tengah Keramaian
“Tapi kenapa, Dir? Kenapa kamu masih berfikir ulang untuk menikahi aku? Kenapa?”, kataku pada laki-laki yang berada di hadapanku saat ini.
Dia tak bisa berkata-kata. Hanya kulihat wajahnya yang pucat dan terus menunduk sedari tadi. Rasa sakit yang kini merasuki rongga dadaku semakin kuat dan tak mau menghilang.
“Bukankah penghasilanmu sudah lebih dari cukup untuk menikah dengan aku?”, itulah kataku waktu itu.
Sejujurnya aku malu mengatakan ini pada laki-laki. Seperti tidak punya harga diri saja rasanya. Inginku seperti Bella yang tidak perlu susah-susah melakukan hal melakukan ini seperti ku.
Bella, Bella, setiap mengingatmu hatiku selalu sakit, walau kini kau telah menderita, namun aku belum puas, entah kenapa.
“Menikah itu tidak cukup hanya bermodal uang banyak Tan, itulah yang belum aku miliki, aku belum siap. Kamu bisa ngerti kan. Menikah itu penuh dengan konsekuensi yang harus kita hadapi, dan itu tidak mudah.” kata laki-laki itu.
Dasar Pengecut. Batinku. Laki-laki memang selalu mencari pembenaran atas tindakan yang dilakukannya. Dulu kau bilang ingin mencari pekerjaan yang mapan dulu. Sekarang semua sudah kau dapatkan kau bilang juga masih belum siap. Alasan yang terkesan mengada-ada. Aku tidak sanggup kau gantung terus Dir, lebih baik kita putus. Itulah yang sebenarnya ingin aku katakan, namun rasa sayangku mencegahku tuk mengatakannya.
“Baiklah, bila itu memang maumu”, kataku mengakhiri pembicaraan dengannya.
Aku pun berlalu pergi dan tak peduli entah dia berfikir seperti apa.
Tania, Tania, bodoh sekali kamu. Kamu cantik, pintar, dan kaya. Apa yang kamu inginkan akan terwujud, tetapi mengapa untuk urusan semacam ini saja kamu harus bertekuk lutut dan merendahkan harga dirimu di depan laki-laki tak berguna itu. Mengapa kamu tak bisa lepas darinya Tania. Sisi hatiku mengatakan itu kepadaku, namun aku seperti tak mau mendengarkannya dan terus bertahan dengan cintaku pada laki-laki itu.
Kesepian Di Tengah Keramaian
“Tapi kenapa, Dir? Kenapa kamu masih berfikir ulang untuk menikahi aku? Kenapa?”, kataku pada laki-laki yang berada di hadapanku saat ini.
Dia tak bisa berkata-kata. Hanya kulihat wajahnya yang pucat dan terus menunduk sedari tadi. Rasa sakit yang kini merasuki rongga dadaku semakin kuat dan tak mau menghilang.
“Bukankah penghasilanmu sudah lebih dari cukup untuk menikah dengan aku?”, itulah kataku waktu itu.
Sejujurnya aku malu mengatakan ini pada laki-laki. Seperti tidak punya harga diri saja rasanya. Inginku seperti Bella yang tidak perlu susah-susah melakukan hal melakukan ini seperti ku.
Bella, Bella, setiap mengingatmu hatiku selalu sakit, walau kini kau telah menderita, namun aku belum puas, entah kenapa.
“Menikah itu tidak cukup hanya bermodal uang banyak Tan, itulah yang belum aku miliki, aku belum siap. Kamu bisa ngerti kan. Menikah itu penuh dengan konsekuensi yang harus kita hadapi, dan itu tidak mudah.” kata laki-laki itu.
Dasar Pengecut. Batinku. Laki-laki memang selalu mencari pembenaran atas tindakan yang dilakukannya. Dulu kau bilang ingin mencari pekerjaan yang mapan dulu. Sekarang semua sudah kau dapatkan kau bilang juga masih belum siap. Alasan yang terkesan mengada-ada. Aku tidak sanggup kau gantung terus Dir, lebih baik kita putus. Itulah yang sebenarnya ingin aku katakan, namun rasa sayangku mencegahku tuk mengatakannya.
“Baiklah, bila itu memang maumu”, kataku mengakhiri pembicaraan dengannya.
Aku pun berlalu pergi dan tak peduli entah dia berfikir seperti apa.
Tania, Tania, bodoh sekali kamu. Kamu cantik, pintar, dan kaya. Apa yang kamu inginkan akan terwujud, tetapi mengapa untuk urusan semacam ini saja kamu harus bertekuk lutut dan merendahkan harga dirimu di depan laki-laki tak berguna itu. Mengapa kamu tak bisa lepas darinya Tania. Sisi hatiku mengatakan itu kepadaku, namun aku seperti tak mau mendengarkannya dan terus bertahan dengan cintaku pada laki-laki itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar