Sabtu, 13 Maret 2010

Cinta Sederhana (2)

Chapter 2
Kado Ultah Spesial

“Kiran… Kirana… Selamat Ulang Tahun…” bisik seraut wajah tampan tepat di hadapanku.

“Hmmm…” aku yang sedang lelap hanya memicingkan mata dan tidur kembali setelah menunggu sekian detik tak ada kata-kata lain yang terlontar dari bibir suamiku dan tak ada sodoran kado di hadapannya.

Pagi ini usiaku dua puluh lima tahun. Ulang tahun pertama Sejas pernikahan kami tiga bulan yang lalu. Nothing special. Sejak bangun aku Cuma diam, kecewa. Tak ada kado, tak ada blackforest mini, tak ada setangkai mawar seperti mimpiku semalam. Malas aku beranjak ke kamar mandi. Aktifitas pagi, kami lakukan seperti biasanya. Kuraih lengan suamiku, dan selalu ia mengecup kening, pipi, dan terakhir bibirku. Setelah itu diam tanpa kata. [kayak judul lagu D’Masiv deh hi…hi…]. Tiba-tiba hari ini aku merasa bukan apa-apa, padahal ini hari istimewaku. Orang yang aku harapkan akan memperlakukanku seperti putri hari ini Cuma memandangku.

Kubereskan kamarku dan aku kembali berbaring di kasur tanpa dipan. Memejamkan mata, menghibur diri, dan menyenandungkan ‘Happy Birthday to me… Happy Birthday to me… hatiku menangis perih. Tiba-tiba aku terisak, entah mengapa. Aku sedih di hari ulang tahunku. Kini aku sudah menikah. Terbayang bahwa diriku pantas mendapatkan lebih baik dari ini. Aku berhak punya suami yang mapan, yang bisa mengantarku kemana-manan dengan kendaraan. Bisa membelikan blackforest, bisa membelikan aku baju hamil di saat aku hamil begini, bisa mengajakku menginap di Resort di malam ulang tahunku. Bukannya aku yang harus sering keluar uang uang untuk segala kebutuhan sehari-hari, karena memang penghasilanku yang lebih besar. Sampai kapan aku harus bersabar, sementara itu bukanlah kewajibanku.

“Ran… Kiran kamu kenapa?” tanya suamiku dengan nada bingung dan khawatir.

“Aku menggeleng dengan mata terpejam. Lalu membuka mata. Matanya tepat menancap di mataku. Di tangannya tergenggam sebuah kotak warna merah jambu. Ada tatapan rasa bersalah dan malu di matanya. Sementara kotak itu enggan disodorkannya padaku.

“Selamat Ulang tahun ya Ran…” bisiknya lirih.

“Sebenarnya aku mau bangunin kamu semalam dan ngasih kado ini… tapi kayaknya kamu capek banget ya? Ucapnya takut-takut.

Aku mencoba tersenyum. Dia menyodorkan sebuah kotak manis merah jambu itu. Dari mana dia belajar membungkus kado seperti ini? Batinku sedikit terhibur. Aku buka perlahan bungkusnya sambil menatap lekat matanya. Ada air yang menggenang.

“Maaf ya Ran, aku Cuma bisa ngasih ini. Nggg… nggak bagus ya Ran?” ucapnya terbata. Matanya dihujamkannya ke lantai.

Kubuka secarik kartu kecil putih manis dengan bunga pink. Sepenggal puisi tergores disana…

UNTUK YANG TERCINTA,
SERUNI KIRANA MENTARI …

DALAM HATI

Ingin Kukatakan Kisahmu Pada Angin
Biar, dia hembuskan ke tengah padang
Tapi … bibirku kelu, membisu …
Atau aku tuliskan saja pada pucuk-pucuk daun
Biar sinar mentari membiaskannya
Tapi jemariku kaku, membeku …

Dalam hati … hanya dalam hati …
Selalu kupinta, kupinta & akan selalu kupinta …
Agar api itu tetap berkobar
Didadamu … Didadaku …
Agar cinta itu mencengkram kuat
Dihatimu … Dihatiku …

Dalam Hati … Hanya Dalam Hati …
Kudengar Tangismu … Kunyanyikan Pedihmu …

WITH LOVE,
RADITYA PERDANA SAMUDERA

dan didalam kotak ada sebuah baju hamil berwarna ungu, warna favoritku mengajakku tersenyum. Segala kesahku akan sedikitnya nafkah yang diberikannya menguap entah kemana. Tiba-tiba aku malu, betapa tak bersyukurnya aku.

“Jelek ya Ran? Maaf ya Ran … aku nggak bisa ngasih apa-apa… Aku belum bisa nafkahin kamu sepenuhnya. Maafin aku ya Ran…” desahnya.

Aku tahu dia harus rela mengirit jatah makan siangnya untuk baju ini. Kupeluk dia dan tangisku meledak di pelukannya. Aku rasakan tetesan air matanya juga membasahi pundakku. Kuhadapkan wajahnya di hadapanku. Masih dalam tunduk, air matanya mengalir. Ya Tuhan… mengapa sepicik itu pikiranku? Yang menilai sesuatu dari materi, Sementara besarnya karunia-MU masih aku pertanyakan.

“Dit, lihat aku…,” pintaku padanya. Ia menatapku lekat. Aku melihat telaga bening di matanya. Sejuk dan menentramkan. Aku tahu ia begitu menyayangi aku, tapi keterbatasan dirinya menyeret dayanya untuk membahagiakan aku. Tercekat aku menatap pancaran kasih dan ketulusan itu.

“Tahu nggak… kamu ngasih aku banyaaaak banget,” bisikku diantara isakan. “Kamu ngasih aku seorang suami yang sangat sayang sama istrinya, yang perhatian. Kamu ngasih aku kesempatan untuk meraih cinta laki-laki sempurna, dan laki-laki sempurna itu…KAMU. Kamu ngasih aku aku ‘dede’.” Senyumku sambil mengelus perut.

“Kamu ngasih aku sebuah keluarga yang sayang sama aku, kamu ngasih aku mama…” bisikku dalam cekat. Terbayang wajah mama mertuaku yang perhatiannya setengah mati padaku, melebihi keluargaku sendiri.

“Kamu yang selalu nelfon aku setiap siang,” isakku diselingi tawa. Ia tertawa kemudian tangisnya semakin kencang di pelukanku.

Ya Tuhan… mungkin engkau belum memberikan karunia yang nampak dilihat mata, tapi rasa ini, dan rasa-rasa yang pernah aku alami bersama Raditya tak dapat aku samakan dengan mimpi-mimpku akan sebuah rumah pribadi, jabatan suami yang oke, fasilitas-fasilitas lengkap. Harta yang hanya terasa dalam hitungan waktu dunia. Mengapa aku masih bertanya. Mengapa keberadaan Raditya [suamiku] disisiku masih aku ragukan nilainya. Akan aku nilai apa ketulusannya atas apa saja yang ia berikan untukku? Hanya dengan keluhan kah? Teringat lagi puisi pemberiannya saat kami baru menikah….

TO MY LOVE,
SERUNI KIRANA MENTARI

AKU INGIN MENCINTAIMU DENGAN SEDERHANA

Bukan karena keadaanmu yang kurang…cukup… atau berlebihan…
Tapi bagaimana mensyukuri cinta
Tapi bagaimana mempererat cinta
Tapi bagaimana mempertahankan cinta

Cinta… tak dirasai hanya oleh ucapan
Cinta… tak diselami hanya oleh keinginan
Cinta… tak dipenuhi hanya oleh satu tindakan

Karena cinta…
Cinta seperti nafas berhembusan
Cinta seperti jantung berdetakan
Cinta seperti darah beraliran
Perhentiannya berarti kehilangan desempatan
Tuk menyadari cinta
Tuk mensyukuri cinta

Karena aku…
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana

WITH LOVE,
RADITYA PERDANA SAMUDERA

Hanya puisi ini yang bisa aku berikan untukmu. Untuk membalas semua kebaikanmu padaku. Semoga bisa membalas semua kebaikanmu…

TO MY LUV,
RADITYA PERDANA SAMUDERA
THANK U 4 D BEST GIFT I EVER HAVE…

CINTA

Cinta…
Telah menjawab pencarianku yang tiada henti
Selama bertahun-tahun di dalam sedih
Telah menyebarkan wangi
Ke seluruh penjuru sukma yang menanti

Cinta…
Telah meleburkan berjuta kesakitan
Yang membelenggu jiwa
Telah menjadikan hatiku
Mengharu biru semakin rindu

Cinta…
Memang Indah
Memang dahsyat
Memang tak terlihat

WITH LOVE,
SERUNI KIRANA MENTARI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar