Chapter 1
Guru Baru
“Di sini mayoritas anak tentara dan orang-orang berpangkat. Hati-hati memperlakukan mereka.”
Pesan Pak Burhan sebelum berlalu. Silvia memasuki ruangan kelas itu dengan takjub. Ditelitinya Rencana Program Pengajaran yang tergeletak berdebu di meja. Ditatapnya satu persatu murid yang masih mondar mandir keluar masuk kelas. Lalu mengusik kesabarannya dengan memasang suara Rihanna dengan Umbrella, memenuhi ruangan kelas itu sambil beradu gaya bagai di lantai diskotik.
“Anak-anak manja. Korban pergaulan dan salah asuhan.”
Bisik Silvia dalam hati. Diambilnya spidol besar berwarna merah dan menulis di papan tulis yang masih terlihat putih bersih. Tak pernah dipakai.
Saya berikan waktu lima belas menit lagi untuk menikmati musik ini. Bagi yang gerakannya bagus dan tertib akan mendapatkan nilai tujuh untuk pelajaran saya. Terima kasih.
Lima belas menit kemudian dimatikannya tape recorder di sudut kelas, dicabutnya kabel dari saklar, dan disimpannya benda itu di lemari arsip. Kelas seketika menjadi ramai dan panas.
“Hei, guru baru. Itu punyaku.” Teriak si Wajah Keras dengan marah.
“Ok, nanti bawa pulang usai pelajaran.”
“Apa-apaan ini? Kenapa musiknya mati?” Sambut si Genit.
“Baca tulisan di papan.”
“Guru gila kali ini ya.” Balas si Jangkung.
“Ya, saya gila, dan kalian harus menuruti semua aturan main saya kalau tidak mau melihat kegilaan saya yang lain.”
Silvia menatap tajam semua mata satu per satu tepat di bola mata mereka, dan seperti disihir anak-anak itu beringsut duduk di bangkunya masing-masing. Pelajaran berlangsung dengan hening.
Guru Baru
“Di sini mayoritas anak tentara dan orang-orang berpangkat. Hati-hati memperlakukan mereka.”
Pesan Pak Burhan sebelum berlalu. Silvia memasuki ruangan kelas itu dengan takjub. Ditelitinya Rencana Program Pengajaran yang tergeletak berdebu di meja. Ditatapnya satu persatu murid yang masih mondar mandir keluar masuk kelas. Lalu mengusik kesabarannya dengan memasang suara Rihanna dengan Umbrella, memenuhi ruangan kelas itu sambil beradu gaya bagai di lantai diskotik.
“Anak-anak manja. Korban pergaulan dan salah asuhan.”
Bisik Silvia dalam hati. Diambilnya spidol besar berwarna merah dan menulis di papan tulis yang masih terlihat putih bersih. Tak pernah dipakai.
Saya berikan waktu lima belas menit lagi untuk menikmati musik ini. Bagi yang gerakannya bagus dan tertib akan mendapatkan nilai tujuh untuk pelajaran saya. Terima kasih.
Lima belas menit kemudian dimatikannya tape recorder di sudut kelas, dicabutnya kabel dari saklar, dan disimpannya benda itu di lemari arsip. Kelas seketika menjadi ramai dan panas.
“Hei, guru baru. Itu punyaku.” Teriak si Wajah Keras dengan marah.
“Ok, nanti bawa pulang usai pelajaran.”
“Apa-apaan ini? Kenapa musiknya mati?” Sambut si Genit.
“Baca tulisan di papan.”
“Guru gila kali ini ya.” Balas si Jangkung.
“Ya, saya gila, dan kalian harus menuruti semua aturan main saya kalau tidak mau melihat kegilaan saya yang lain.”
Silvia menatap tajam semua mata satu per satu tepat di bola mata mereka, dan seperti disihir anak-anak itu beringsut duduk di bangkunya masing-masing. Pelajaran berlangsung dengan hening.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar