Chapter 2
Gara-Gara Facebook
Di warnet, Tiara memberi instruksi bagaimana memulai Facebook pada Olivia. Karena begitu mudahnya mengoperasikan website tersebut, Olivia tidak mengalami kesulitan dalam mempraktekkannya sendiri. Kini dia sudah bisa mengoperasikannya sendiri tanpa bantuan Tiara.
“Hmm... aku mau cari siapa ya? Gimana kalau Arya saja deh. Musti add nama dia dulu nih!”
Jari-jari Olivia dengan lincahnya menuliskan sebuah nama yang sangat dikenalnya.
“Arya Sinatrya. Hmm dia sudah masuk facebook ini belum ya?” tanyanya dalam hati. Tanpa di tunda lagi jari telunjuknya segera menekan tombol enter.
Arya adalah teman dekat Olivia – masih satu sekolah – belum jadi pacar sih, kebetulan masih dalam taraf pe de ka te, tetapi Olivia sudah tahu jika Arya suka padanya.
Beberapa nama disertai foto pun keluar. Kursor pun digerakkan oleh Olivia untuk mencari orang yang dituju.
“Nah, ini dia! Aku akan add dia menjadi temanku.”
Olivia kemudian menambahkan nama Arya menjadi teman di Facebook, dan dia mencoba lagi mencari beberapa nama yang pernah dia ingat dan kenal. Olivia juga memberikan serta membalas komentar untuk teman-temannya yang sedang online saat itu. Pokoknya Olivia jadi kecanduan juga dengan yang namanya Facebook, sama seperti Tiara.
“Eh, statusku sudah ada yang mengomentari, harus segera dibalas nih,” serunya girang. Begitulah seterusnya, setiap ada berita masuk, Olivia akan segera membalasnya dengan penuh semangat.
Akibatnya, seharian ini Olivia sibuk dengan website barunya, sampai tidak terasa waktu sudah menunjukkan jam lima sore. Alarm di tangan Olivia pun berbunyi.
DRRRRTTTTTT.
“AAAhhhhhh.... sudah jam lima?” teriaknya histeris.
Tiara yang berada dimeja sebelah terkejut saat mendengar suara teriakan Olivia yang melengking bagaikan bunyi sirine ambulance.
“Kamu kenapa sih, Liv?” tanyanya penasaran.
Olivia terlihat risau sekali. Wajahnya tegang dan bibirnya mengatup rapat. Tampak sekali jika dia mengkhawatirkan sesuatu.
“Seharusnya aku ikut les balet jam tiga tadi.” Olivia melihat jam tangannya, dan tersenyum kecut.
Aku jadi bolos les nih. Gimana dong kalau guru lesku menelpon orangtuaku. Bisa-bisa nanti aku kena marah mereka,” ujarnya risau.
“Duh, kirain ada apa. Gak usah bingung, Sis!”
Bilang saja tadi kamu ada pelajaran ektra kurikuler di sekolah, dan gak bisa ditinggal. Ok, Sis?”
Tiara mengangkat tangannya untuk berhigh five dengan Olivia.
“OK deh, Sis!” Olivia menyambut high five tersebut.
“Sekarang kita lanjut lagi or go home?” tanya Tiara sambil membereskan poninya yang jatuh ke dahinya.
“Lanjut lagi dong! Nanggung nih. Pulangnya nanti saja jam enam ya?” pinta Olivia.
Gara-Gara Facebook
Di warnet, Tiara memberi instruksi bagaimana memulai Facebook pada Olivia. Karena begitu mudahnya mengoperasikan website tersebut, Olivia tidak mengalami kesulitan dalam mempraktekkannya sendiri. Kini dia sudah bisa mengoperasikannya sendiri tanpa bantuan Tiara.
“Hmm... aku mau cari siapa ya? Gimana kalau Arya saja deh. Musti add nama dia dulu nih!”
Jari-jari Olivia dengan lincahnya menuliskan sebuah nama yang sangat dikenalnya.
“Arya Sinatrya. Hmm dia sudah masuk facebook ini belum ya?” tanyanya dalam hati. Tanpa di tunda lagi jari telunjuknya segera menekan tombol enter.
Arya adalah teman dekat Olivia – masih satu sekolah – belum jadi pacar sih, kebetulan masih dalam taraf pe de ka te, tetapi Olivia sudah tahu jika Arya suka padanya.
Beberapa nama disertai foto pun keluar. Kursor pun digerakkan oleh Olivia untuk mencari orang yang dituju.
“Nah, ini dia! Aku akan add dia menjadi temanku.”
Olivia kemudian menambahkan nama Arya menjadi teman di Facebook, dan dia mencoba lagi mencari beberapa nama yang pernah dia ingat dan kenal. Olivia juga memberikan serta membalas komentar untuk teman-temannya yang sedang online saat itu. Pokoknya Olivia jadi kecanduan juga dengan yang namanya Facebook, sama seperti Tiara.
“Eh, statusku sudah ada yang mengomentari, harus segera dibalas nih,” serunya girang. Begitulah seterusnya, setiap ada berita masuk, Olivia akan segera membalasnya dengan penuh semangat.
Akibatnya, seharian ini Olivia sibuk dengan website barunya, sampai tidak terasa waktu sudah menunjukkan jam lima sore. Alarm di tangan Olivia pun berbunyi.
DRRRRTTTTTT.
“AAAhhhhhh.... sudah jam lima?” teriaknya histeris.
Tiara yang berada dimeja sebelah terkejut saat mendengar suara teriakan Olivia yang melengking bagaikan bunyi sirine ambulance.
“Kamu kenapa sih, Liv?” tanyanya penasaran.
Olivia terlihat risau sekali. Wajahnya tegang dan bibirnya mengatup rapat. Tampak sekali jika dia mengkhawatirkan sesuatu.
“Seharusnya aku ikut les balet jam tiga tadi.” Olivia melihat jam tangannya, dan tersenyum kecut.
Aku jadi bolos les nih. Gimana dong kalau guru lesku menelpon orangtuaku. Bisa-bisa nanti aku kena marah mereka,” ujarnya risau.
“Duh, kirain ada apa. Gak usah bingung, Sis!”
Bilang saja tadi kamu ada pelajaran ektra kurikuler di sekolah, dan gak bisa ditinggal. Ok, Sis?”
Tiara mengangkat tangannya untuk berhigh five dengan Olivia.
“OK deh, Sis!” Olivia menyambut high five tersebut.
“Sekarang kita lanjut lagi or go home?” tanya Tiara sambil membereskan poninya yang jatuh ke dahinya.
“Lanjut lagi dong! Nanggung nih. Pulangnya nanti saja jam enam ya?” pinta Olivia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar