Chapter 1
Bima Antasena
Tau enggak sih? Aku, Adelia Florenza mahasiswi tingkat II jurusan Ekonomi General University, Jakarta. Aku paling sebel sama cowok yang bisanya cuma lihat cewek berdasarkan tampangnya saja. Jika cewek itu cantik dan seksi, sampai jumpalitan pun si cowok akan ngejar terus sampai dapat. Tapi kalau tampang cewek itu es te de alias standar dan biasa-biasa aja – apalagi kalau jelek – enggak bakalan deh dilirik sama sekali. Sudah pasti si cowok langsung ngelengos pergi tanpa ba bi bu lagi. Heran deh!
Pernah enggak sih dalam pikiran mereka untuk melihat cewek dari sisi dalamnya dan bukan dari bungkusnya saja? Tapi kayaknya susah tuh! Sepertinya tradisi ini sudah mendarah daging dan kita enggak bisa berharap banyak. Paling-paling dari seribu orang cowok, hanya 1 orang saja yang bisa begitu. Sama aja bohong, kan? Ini sih sama saja dengan mencari jarum diantara tumpukan jerami. Nah, kebayang susahnya, kan?
First look selalu menjadi faktor utama di mata cowok. Kata orang kalau pada awalnya cowok suka penampilan kita pada pandangan pertama, di jamin mereka bakalan nyosor terus kayak bebek. So, untuk era abad ke dua puluhan ini sebenarnya cinta pada pandangan pertama itu maksudnya disebabkan karena tampilan pembungkus luar si cewek or karena inner beauty si cewek, sih?
Gak heran kalau teman-temanku melakukan make over besar-besaran ke Salon jika mereka punya janji kencan dengan sang pujaan hati nanti malam. Katanya sih buat menarik perhatian mereka dan juga buat nyenangin diri sendiri karena nanti mereka bisa mendapatkan pujian dari cowoknya masing-masing. Tapi bagiku, percuma! Ini sama saja dengan pembohongan public – udah kaya berita besar saja, ya? Aku enggak bisa seperti itu. Jika memang kita seperti ini adanya – tampang es te de, rambut pecah-pecah, postur tubuh gendut dan pendek misalnya – ya, musti kita tunjukkan ke mereka. Biar mereka menilai kita secara langsung. Jika dia menilai kita karena bungkusnya dan langsung cabut, berarti cowok itu harus di coret dalam list kategori cowok terbaik. Dia tidak patut mendapatkan cinta dari seorang cewek. Tapi jika dia bisa melihat inner beauty kita, dia patut kita acungin jempol.
Saluuuutttt! Bravo! Aku suka cowok seperti ini. Cowok seperti ini jarang muncul di pasaran. Untuk mencari cowok yang seperti ini enggak mudah, kan? Kalau mudah di dapat sama saja bohong. Cowok baik kok di obral? Kurang greget, geetoo loh?
Aku saja sudah beberapa kali di kecewakan oleh beberapa cowok. Terutama yang kukenal dari chatting di internet. Semuanya bertingkah sangat menyebalkan. Boleh di bilang sok perfectsionist and sok gentle. Tapi, kalau udah ketemu yang aslinya, ternyata omongan mereka enggak sesuai dengan tingkah dan perilakunya. Setelah mereka bertemu denganku face to face, semuanya langsung menghilang keesokan harinya dan tinggal aku yang sibuk menghubungi mereka satu persatu sampai capek. Katanya ingin bersahabat denganku, kok malah kabur? Apa enggak bete?
Mau tahu apa yang pernah mereka katakan sebelumnya? Mereka pernah bilang kalau tampang seseorang enggak jadi masalah untuk bersahabat – padahal realitanya justru kebalikannya. Mereka juga pernah bilang sengaja mencari kawan dari internet – padahal sengaja nyari jodoh atau teman untuk check in. Idiih... kok bisa ya?
Memang kebetulan wajahku standar banget and jauh dari cantik. Postur tubuhku juga mungil dan pendek. Body-ku enggak seksi, malah lebih condong di bilang rata. Gayaku pun enggak feminim seperti layaknya mahkluk cewek. Aku justru tomboy dan lebih suka mengenakan kaos, jeans belel dan sepatu kets, dibandingkan bila harus memakai gaun atau rok dan high heel. Padahal usiaku sekarang sudah sembilan belas tahun. Sudah seharusnya aku berusaha menjadi kupu-kupu yang cantik dan menarik atau berubah dari seekor itik buruk rupa menjadi seekor angsa yang cantik untuk menarik perhatian kaum cowok. Tapi dalam kamus hidupku, belum pernah kucoba menerapkannya sebagai magic style dalam mencari jodoh.
Seperti kali ini. Aku berkenalan lagi dengan seorang cowok asal Bandung dari Internet. Namanya Bima Antasena. Dia kuliah di Jakarta, tepatnya di Indopower University jurusan Manajemen Informatika tingkat III. Persahabatan yang kami jalin telah berjalan kurang lebih sudah 4 bulan dan aku tidak ingin persahabatan kami selama ini di alam maya menjadi tergores.
Bima Antasena
Tau enggak sih? Aku, Adelia Florenza mahasiswi tingkat II jurusan Ekonomi General University, Jakarta. Aku paling sebel sama cowok yang bisanya cuma lihat cewek berdasarkan tampangnya saja. Jika cewek itu cantik dan seksi, sampai jumpalitan pun si cowok akan ngejar terus sampai dapat. Tapi kalau tampang cewek itu es te de alias standar dan biasa-biasa aja – apalagi kalau jelek – enggak bakalan deh dilirik sama sekali. Sudah pasti si cowok langsung ngelengos pergi tanpa ba bi bu lagi. Heran deh!
Pernah enggak sih dalam pikiran mereka untuk melihat cewek dari sisi dalamnya dan bukan dari bungkusnya saja? Tapi kayaknya susah tuh! Sepertinya tradisi ini sudah mendarah daging dan kita enggak bisa berharap banyak. Paling-paling dari seribu orang cowok, hanya 1 orang saja yang bisa begitu. Sama aja bohong, kan? Ini sih sama saja dengan mencari jarum diantara tumpukan jerami. Nah, kebayang susahnya, kan?
First look selalu menjadi faktor utama di mata cowok. Kata orang kalau pada awalnya cowok suka penampilan kita pada pandangan pertama, di jamin mereka bakalan nyosor terus kayak bebek. So, untuk era abad ke dua puluhan ini sebenarnya cinta pada pandangan pertama itu maksudnya disebabkan karena tampilan pembungkus luar si cewek or karena inner beauty si cewek, sih?
Gak heran kalau teman-temanku melakukan make over besar-besaran ke Salon jika mereka punya janji kencan dengan sang pujaan hati nanti malam. Katanya sih buat menarik perhatian mereka dan juga buat nyenangin diri sendiri karena nanti mereka bisa mendapatkan pujian dari cowoknya masing-masing. Tapi bagiku, percuma! Ini sama saja dengan pembohongan public – udah kaya berita besar saja, ya? Aku enggak bisa seperti itu. Jika memang kita seperti ini adanya – tampang es te de, rambut pecah-pecah, postur tubuh gendut dan pendek misalnya – ya, musti kita tunjukkan ke mereka. Biar mereka menilai kita secara langsung. Jika dia menilai kita karena bungkusnya dan langsung cabut, berarti cowok itu harus di coret dalam list kategori cowok terbaik. Dia tidak patut mendapatkan cinta dari seorang cewek. Tapi jika dia bisa melihat inner beauty kita, dia patut kita acungin jempol.
Saluuuutttt! Bravo! Aku suka cowok seperti ini. Cowok seperti ini jarang muncul di pasaran. Untuk mencari cowok yang seperti ini enggak mudah, kan? Kalau mudah di dapat sama saja bohong. Cowok baik kok di obral? Kurang greget, geetoo loh?
Aku saja sudah beberapa kali di kecewakan oleh beberapa cowok. Terutama yang kukenal dari chatting di internet. Semuanya bertingkah sangat menyebalkan. Boleh di bilang sok perfectsionist and sok gentle. Tapi, kalau udah ketemu yang aslinya, ternyata omongan mereka enggak sesuai dengan tingkah dan perilakunya. Setelah mereka bertemu denganku face to face, semuanya langsung menghilang keesokan harinya dan tinggal aku yang sibuk menghubungi mereka satu persatu sampai capek. Katanya ingin bersahabat denganku, kok malah kabur? Apa enggak bete?
Mau tahu apa yang pernah mereka katakan sebelumnya? Mereka pernah bilang kalau tampang seseorang enggak jadi masalah untuk bersahabat – padahal realitanya justru kebalikannya. Mereka juga pernah bilang sengaja mencari kawan dari internet – padahal sengaja nyari jodoh atau teman untuk check in. Idiih... kok bisa ya?
Memang kebetulan wajahku standar banget and jauh dari cantik. Postur tubuhku juga mungil dan pendek. Body-ku enggak seksi, malah lebih condong di bilang rata. Gayaku pun enggak feminim seperti layaknya mahkluk cewek. Aku justru tomboy dan lebih suka mengenakan kaos, jeans belel dan sepatu kets, dibandingkan bila harus memakai gaun atau rok dan high heel. Padahal usiaku sekarang sudah sembilan belas tahun. Sudah seharusnya aku berusaha menjadi kupu-kupu yang cantik dan menarik atau berubah dari seekor itik buruk rupa menjadi seekor angsa yang cantik untuk menarik perhatian kaum cowok. Tapi dalam kamus hidupku, belum pernah kucoba menerapkannya sebagai magic style dalam mencari jodoh.
Seperti kali ini. Aku berkenalan lagi dengan seorang cowok asal Bandung dari Internet. Namanya Bima Antasena. Dia kuliah di Jakarta, tepatnya di Indopower University jurusan Manajemen Informatika tingkat III. Persahabatan yang kami jalin telah berjalan kurang lebih sudah 4 bulan dan aku tidak ingin persahabatan kami selama ini di alam maya menjadi tergores.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar