Kamis, 22 April 2010

Cincin (1)

Chapter 1
Cincin Andara


“Memangnya kamu tahu artinya rumput yang bergoyang?”

Terdengar ia menekankan nada suaranya. Matanya menyorot tajam ke arahku. Aku jadi sedikit gugup. Tak kusangka kata-kata yang meluncur dari mulutku tadi ditanggapinya dengan serius.

“Kenapa diam? Jawab dong!” Ia menuntut jawaban padaku, seolah bisa menebak kalau aku pasti kebingungan menjawabnya. Tangannya sibuk memainkan bantal di pangkuannya. Ada seraut kecewa di wajahnya. Bibirnya yang mungil mengerucut kecil.

“Sorry, aku tadi nggak bermaksud nyuekin kamu. Aku tadi masih capek, jadi ngomong begitu”, kataku menjelaskan sambil mencoba meyakinkan kalau aku masih bersimpati padanya.

Sejak kehilangan cincin seminggu yang lalu, Andara uring-uringan. Tiap kali datang, pasti mengeluh, dan berkali-kali menanyaiku. Dan berkali-kali pula aku mengatakan supaya ia mengingat-ingat lagi dimana terakhir kali ia menaruh cincin itu.

“Seisi rumah sudah kuobrak-abrik, tapi nggak ketemu juga”, katanya menggerutu.

“Dimana dong?”, tanyanya lagi.

“Aku kan sudah bilang, aku nggak tahu. Memangnya aku ini pranormal apa?”, kataku kesal, “Atau...., jangan-jangan kamu menuduh aku yang mengambilnya ya?, lanjutku curiga. Aku harap dugaanku ini meleset.

“Bukan gitu, aku nggak menuduhmu. Aku cuma nanya kok.”

“Kalau kamu nanya ya, aku nggak tahu. Tanya saja pada rumput yang bergoyang”, kataku cuek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar