Jumat, 23 April 2010

Cinta Tak Harus Memiliki (4)

Chapter 4
Ungkapan Hati Virgo


Hari perpisahan telah tiba, aku mendapat penghargaan dari Sekolah karena prestasi dan hasil ujian ku yang tertinggi. Aku sangat bahagia dan bangga dengan jerih payahku selama ini. Setelah ini aku ingin melanjutkan kuliah jurusan Ekonomi Akuntansi. Sementara Callysta mengakhiri masa sekolahnya dengan menjadi ibu rumah tangga akibat salah pergaulan. Untung saja bukan Virgo orang yang tega merenggut masa depan gadis cantik dan lincah itu. Laki-laki brengsek itu pergi pada saat Callysta membutuhkannya. Terpaksa dia harus menanggung aib itu sendirian.

Berkali-kali aku mendesak Callysta untuk cerita siapa laki-laki brengsek yang tega menanamkan benih di rahimnya, Callysta malah menjawab dengan tangisan. Akupun tak bisa memaksa lagi. Diapun harus kehilangan masa depannya, kehilangan ijazah SMUnya karena tidak bisa mengikuti ujian dengan perut besar. Tepat pada saat perpisahan Callysta dibawa ke rumah sakit. Dia akan melahirkan.

Berita itu kudengar dari mama. Aku langsung meninggalkan pesta perpisahan itu seperti dulu aku meninggalkan pesta Ultah Callysta. Seperti kejadian itu pula sesosok bayangan tampak mengikutiku dari belakang secara diam-diam. Perasaan tidak enak itu datang tapi aku tidak peduli, ini bukan malam jum’at, ini siang bolong. Tidak mungkin ada hantu!

Seekor kucing melesat dari semak-semak membuat aku tersentak kaget. Tapi aku tidak sampai menjerit. Keadaan panik membuatku sangat terkejut. Aku mundur beberapa langkah dan langkahku terhenti ketika aku menabrak seseorang yang berdiri tepat di belakangku.

Aku langsung berbalik dan terkejut melihat Virgo. Dia tersenyum manis padaku. Senyum yang tidak pernah kulihat lagi sejak malam ulang tahun itu. Dadaku terasa sangat berdegup kencang.

“Kok buru-buru…?!” tanyanya heran.

“Callysta di bawa ke rumah sakit, dia akan melahirkan…” jawabku terbata-bata saking paniknya. Aku merasa tiba-tiba parasnya merah. Aku tahu perasaan Virgo, meskipun tidak ada hubungan apa-apa lagi tapi setidaknya mereka pernah pacaran dan menjadi bagian satu sama lain.

“Aku pergi dulu…” ujarku pamit. Tiba-tiba tangannya memegang erat tanganku seakan tidak mengijinkan aku pergi.

“Ini hari perpisahan Kamila, seharusnya kamu merayakannya lebih lama sebelum berpisah dengan teman-teman…”

“Tapi Callysta…!!”

“Aku ngerti tapi beri aku sedikit waktu, sebentar saja…” pintanya penuh permohonan. Membuatku tak mengerti. Ada apa gerangan? Kedatangannya seperti hantu saja. Malam saat ultah Callysta dia begitu dekat dan hangat, tapi keesokan paginya dia bersikap biasa saja seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Dan kini mahluk itu datang lagi membawa kehangatan yang sama dan semua itu membuatku tidak mengerti.

“Ada apa…?” tanyaku sembari menyembunyikan wajahku yang tiba-tiba saja terasa panas.

“Setelah ini aku akan kembali ke Jakarta dan aku tidak tahu kapan kita bisa bertemu lagi,…!!” ujarnya dengan air muka tenang setenang sungai yang mengalir di dataran rendah. Lantas apa urusanku? Aku kan bukan ceweknya?! Pikirku.

“Sebelum aku pergi aku ingin memberikan ini…” tangan besar itu menyerahkan sebuah kalung berliontin hati. Aku benar-benar tidak mengerti dan terasa mimpi.

“Apa ini..?!!” tanyaku gagap.

“Kenang-kenangan dariku, aku harap kalung ini tidak hilang sampai kita bisa bertemu kembali suatu saat nanti…setelah aku berhasil menggapai cita-citaku menjadi seorang pengacara.” katanya sungguh-sungguh.

“Jangan bercanda Go…”

“Aku tahu ini konyol. Sebenarnya selama ini aku suka sama kamu, sejak pertama kali kita bertemu, tapi aku tidak berani mengungkapkannya. Aku malu karena aku belum pernah merasakan ini sebelumnya. Aku mencoba lupain kamu dengan berganti-ganti pacar. Tapi tak satupun dari mereka bisa ngegantiin posisi kamu di hatiku Kamila…”

“Aku gak percaya…” jawabku pedas menyembunyikan hati yang berbunga-bunga.

“Gak apa-apa, aku ngerti kalau kamu gak percaya sama aku, tapi beri aku kesempatan untuk membuktikan ketulusan perasaanku. Aku akan kembali untuk kamu Kamila, suatu saat nanti…” dia langsung mengecup keningku tanpa malu-malu membuatku syock. Tapi setelah itu dia langsung pergi. Bayangannya menghilang di balik gerbang sekolah yang kokoh yang selama ini menjadi tempatku menimba ilmu dan menemukan cintaku. Dan mungkin ini adalah pertemuan ku yang terakhir dengannya. Bagai mimpi dia datang dan pergi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar