Kamis, 22 April 2010

Eksperimen Dewa (4-End)

Chapter 4
Rencana Dewa


Di kamar lagi. Tapi kali ini lampu kamar kunyalakan. Suasana terang menjamah seluruh isi kamar. Kado bersampul kuning muda kedua itu kulempar begitu saja ke atas meja belajar. Aku benar-benar kesal. Dewa, kenapa kau tega menggangguku? Dan kenapa saat kau sudah pindah sekolah?

Siang yang cukup cerah, aku baru melangkahkan kaki di depan pintu kamar. Kado bersampul kuning itu, dia menungguku untuk mengulitinya. Ah, tidak. Untuk apa aku tau lebih banyak tentang dia? Tapi..

Akhirnya aku menghampiri kado itu. Dalam sebuah kotak kecil, hanya terselip selembar surat.

Yasmine…, mungkin aku akan terkesan terlalu mengada-ada, atau mungkin aku telah mengganggumu? Aku hanya ingin menuntaskan rasa bersalahku. Tolong temui Ibu Olivia di kafe Lavender. Hanya untuk kali ini.
Kumohon maafkan aku, Dewa.

Hei? Apa-apaan lagi ini? Dia benar-benar membuatku repot. Harus ke kafe itu lagi, dan bertemu dengan Olivia lagi? Untuk apa?

Tapi.., haruskah?

Aku memandangi deretan mawar putih yang ditanam dalam Pot-pot cantik. Kelihatan terbias di samping kaca jendela, menciptakan kesan sejuk dari air terjun buatan yang membasahinya. Beberapa orang lalu lalang, ada yang pergi, dan yang baru datang.

Kafe Lavender ternyata kelihatan lebih ramai di minggu pagi.

Aku berusaha mencari-cari sosok perempuan itu. Perempuan cantik dengan tinggi sedang dan rambut bersanggul.

"Sudah lama menunggu, Nona cantik?"

Kali ini aku benar-benar terkejut.

Perempuan itu menghampiriku dari belakang.

"Eh, mm..", belum sempat aku berucap, dia menyambung.

"Kalau begitu maafkan aku. Sebenarnya, aku ingin menyampaikannya padamu minggu lalu, tapi dalam peraturannya tidak begitu".

Ia tersenyum menatapku.

"Peraturan? Peraturan apa?"

Aku tidak mengerti.

"Baiklah, kalau begitu, kita mulai saja,.." Perempuan itu tersenyum, tapi kali ini pada bunga mawar di tengah meja.

"Dewa sangat menyayangi ayahnya. Dan saat ini, ayahnya dirawat karena terserang kanker stadium dua. Dan.."

"Apa maksud Ibu? Lalu apa hubungannya dengan saya?"

Perempuan itu membetulkan lengan blazernya.

Aku tertegun, "Baiklah, maaf, silahkan lanjutkan."

"Dewa adalah anak semata wayang dari keluarganya yang.., maksud saya dia adalah pewaris tunggal dari keluarga besar Sastrowardhoyo. Satu hal penting yang perlu kamu tau, dia sedang jatuh cinta pada seseorang, tapi orang itu tak pernah ia beri tau. Dan satu fakta lagi, Ayahnya memiliki satu permintaan di sisa usianya, untuk menyaksikan pernikahan Dewa... Nah, saya rasa kamu sekarang bisa menyimpulkan sendiri."

Perempuan itu kelihatan terburu-buru saat mengintip jam tangan di balik lengan blazernya.

"Tapi, cerita itu tidak begitu jelas.., saya belum mengerti".

"Nona, cinta memang tak mudah untuk dimengerti, tapi ketika kau mencoba untuk mengerti, dia akan begitu mudah untuk dipahami".

"Tapi.."

"Maafkan saya, saya tak punya banyak waktu."

Perempuan itu berlalu meninggalkanku.

Kali ini kepalaku serasa berputar.

Ini benar-benar keterlaluan. Untuk apa semua ini? Aku benci Dewa! Siapa bilang dia suka padaku? Aku juga tak suka padanya, dia manusia teraneh yang pernah kukenal, yang nyaris tak pernah berbicara denganku di kelas, bahkan saat aku satu kelompok diskusi dengannya. Jangankan untuk berbicara, menanggapi usulanku saja itu sudah bagus.

"Bagus, akhirnya kamu datang juga.."

Seluruh tubuhku bergetar, jantungku memompa lebih cepat, menghasilkan degup-degup abnormal.

"Akhirnya kamu datang juga, setelah delapan bulan.." Dia berbicara sambil memalingkan wajahnya, tapi aku sangat mengenal suara itu.

Darahku memanas, "Apa maksudmu Dewa? Apa maksudmu dengan semua ini? Kamu sudah cukup menggangguku dengan sikap anehmu yang tidak pernah mengajakku berbicara di kelas. Dan sekarang kamu mau menerorku dengan cerita-cerita anehmu ini?"

"Maukah kamu.."

"Jangan coba-coba melamarku!", bentakku kasar memotong pembicaraannya.

Dia tertawa menggelegar, persis guntur.

"Yasmine, aku belum melanjutkan ucapanku. Jadi, tolong biarkan aku bicara dulu. Aku sedang jatuh cinta dengan seseorang, tapi aku tak pernah punya nyali untuk bicara dengannya. Masalahnya, tahun ini, ayahku memaksaku menikah muda sebelum ia tak dapat melihatku lagi. Karena itu, maukah kamu menikah denganku?"

Darahku serasa naik ke atas, membubung, dan berkumpul di wajahku yang kini merah merona.

"A…ap..a?" Entah kenapa kerongkonganku tercekat.

"Ya, tentu saja. Aku tak pernah berani mengajak Tasya untuk menikah, karena aku tau belum saatnya. Nah, setelah kutimbang-timbang dan kuuji-uji, ternyata kamulah orangnya yang paling pas untuk jadi istri kontrak di atas kertas."

"M.. maksudmu?"

"Yaa.., kamu nampaknya sabar, tak pernah marah waktu dicuekin, cukup pemalu dan bisa diandalkan. Jadi bagaimana? Mau kan, jadi istri kontrak tiga bulan di depan ayahku tercinta? Setelah itu, tentu saja aku akan melamar Tasya menjadi istri sahku, kalau sudah saatnya."

Aku benar-benar ingin mencekik dan menjambak rambutnya. Ini penghinaan, tapi.., entah kenapa, aku tak sanggup menolaknya.

Tiga bulan kemudian,... keajaiban pun terjadi. Ayah Dewa sembuh total dari kankernya.

Perempuan di kafe Lavender waktu itu, dia pelayan pribadi Dewa. Dan aku tak pernah membayangkan sebelumnya, bahwa aku akan merasakan sendiri kisah Han Jie-Eun dalam drama korea Full House.


TAMAT
Copyright Sweety Qliquers
www.mininovel-lovers86.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar