Kamis, 22 April 2010

Cincin (2)

Chapter 2
Kado Ultah Untuk Syafa


Seminggu sejak itu, Andara tidak mengeluhkan cincinnya lagi. Mungkin dia sudah melupakannya atau mungkin dia sudah sadar kalau aku bosan mendengar keluhannya.

Kulihat dia jadi pendiam sekarang, jarang menyapaku. Biasanya tiap malam dia singgah ke kamarku. Cerita apa saja, tentang teman-temannya, pacarnya atau apapun yang dialami hari itu.

Sebagai saudara kembar, kami saling terbuka, saling bergantung satu sama lain. Perbedaan pendapat seringnya terjadi disebabkan karena aku laki-laki dan dia perempuan.

Malam ini, kupakai kemeja baruku. Kusemprot sedikit minyak wangi. Rambut kusisir rapi. Ah,.. aku jadi kelihatan lebih tampan. Aku memuji diriku sendiri di depan cermin.

“Mau kemana? Rapi amat.”

Suara Andara membuatku sedikit kaget. Aku baru menyadari kalau Andara sudah berdiri di depan pintu.

“Mau tahu urusan orang aja”, kataku berlagak cuek. Aku masih membenarkan kemejaku agar terlihat lebih rapi.

Andara duduk di atas tempat tidur kemudian seperti biasa memainkan bantal di pangkuannya, sambil memperhatikan penampilanku.

“Gimana, udah keren kan?”, tanyaku.

“Iya keren banget”, katanya.

Aku tak tahu apa ia benar-benar memujiku atau hanya basa-basi. Tapi, dengan begitu, aku jadi merasa lebih percaya diri.

“Mau kencan sama siapa sih?”

“Ada deh...”, jawabku singkat.

“Wah kayaknya beruntung banget nih yang punya cowok kayak kamu. Udah keren, baik hati lagi”, katanya lagi. Aku terdiam sesaat. Pujiannya sepertinya sungguh-sungguh.

“Udah ya, aku pergi dulu”, kataku kemudian.

Andara tersenyum tipis. Agak dipaksakan dan seperti terlihat sinis, aku cuek saja.

***

Malam ini adalah kencanku dengan Syafa yang kesekian kalinya. Kami bertemu di kafe yang biasa. Belum lama kami jadian.

Tidak lama aku menunggu, Syafa muncul. Dia terlihat lebih cantik dari biasanya. Bibirnya yang tipis mengulum senyum, tulus.

“Aku bahagia malam ini”, katanya pelan.

Aku tersenyum senang.

“Adira, Aku mau ngucapin makasih”, lanjutnya.

“Makasih? Untuk apa?”

“Untuk pemberian hadiah ulang tahunku.”

“Lho itu kan sudah lama?”

“Iya, tapi setelah aku pakai cincin ini, banyak lho teman-temanku yang memuji”, katanya. Cincin yang melingkar di jari manisnya itu ditunjukkannya padaku. Cincin itu kelihatan pas sekali di jarinya.

“Makasih ya, kamu mau memberikan aku cincin seindah ini”. Ucapan terima kasihnya entah untuk yang ke berapa kali keluar dari mulutnya.

“Ah, itu belum seberapa dibanding rasa cintaku padamu”, kataku sok romantis.

“Kamu baik banget. Kata adikmu juga.”

“Adikku?” tanyaku kaget

“Iya adikmu, Andara. Dia kan temanku satu kampus. Bahkan kami udah jadi sahabat sekarang. Apa Andara nggak pernah cerita?”

Aku menggeleng. Terus terang aku baru tahu kalau Andara bersahabat dengan Syafa. Andara tidak pernah cerita.

“Andara juga yang pertama kali memuji pemberian kamu ini. Katanya cincin ini indah banget", katanya sambil membolak-balikan jemarinya.

Dadaku mendadak berdegup kencang. Kepalaku jadi terasa berat, terlalu sibuk memikirkan dimana akan kutaruh mukaku nanti seandainya Syafa tahu kalau cincin yang aku berikan itu adalah cincin Andara yang aku ambil di kamar mandi ketika Andara lupa menaruhnya....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar