Chapter 5
Akhir Bahagia
Aurel menghentikan langkahnya ketika melewati kelas 2 IPA 3. Matanya menatap Bima bingung. Tidak salahkah telinganya? Bima menegurnya. Tumben!
“Aurel,” Benar, dia tidak salah dengar. Bima memanggilnya lagi sambil tersenyum ramah. Senyum yang rasanya baru kali ini dia lihat.
"Ya. ada apa?” Perlahan, dengan suara ragu Aurel bertanya.
“Aku ingin minta maaf pada Nayshila karena kata-kataku dulu,” Jawab Bima pelan.
“Oh ya? Katakan saja langsung pada orangnya!” Nayshila berucap ketus. Dia masih ingat dengan sikap Bima.
“Aku … aku ingin kamu yang menyampaikan maafku padanya,” ujar Bima terbata. Aurel tersenyum seperti mengejek. Rasain lu! Makanya jangan suka meremehkan cewek. Sekarang mau bilang minta maaf saja pake perantara. Huh, dasar pengecut!
“Bilang saja sendiri. Kamu kan punya mulut!” kata Aurel makin galak. Bima diam. Bingung. Aurel memperhatikan wajah tampan Bima dengan geli. Sekali-kali anak ini memang mesti diberi pelajaran, pikirnya gemas.
“Aku mau ke kelas nih,” katanya. “Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, kan?” Selesai mengucapkan kalimat itu, Aurel melangkah meninggalkan Bima.
“Tunggu!” Bima mengejarnya, menghadang jalannya. “Aku benar-benar menyesal,” katanya pelan. “Apakah Nayshila marah padaku? Dia pasti sangat membenciku,” Keluh Bima. Aurel menjadi iba. Disentuhnya lengan Bima.
“Dia tidak marah kok,” Ujarnya tersenyum, “Tapi sebaiknya jangan kamu ungkit lagi masalah itu.”
“Benarkah?!” Bima menatap tak percaya. Aurel mengangguk.
“Nah, itu dia!” Telunjuk Aurel mengarah pada Nayshila yang baru saja keluar dari kantin. “Ayo, temui dia.”
Biam diam. Memandang ragu.
“Kenapa diam? Takut ya?” Desak Aurel.
Takut? Heh, itu bukan sikap seorang lelaki, gumam hati Bima sambil mengayun langkah menghampiri Nayshila. Sebentar saja, kedua insan itu terlihat bercakap-cakap. Aurel memperhatikan dari jauh dengan tersenyum ceria.
Akhir Bahagia
Aurel menghentikan langkahnya ketika melewati kelas 2 IPA 3. Matanya menatap Bima bingung. Tidak salahkah telinganya? Bima menegurnya. Tumben!
“Aurel,” Benar, dia tidak salah dengar. Bima memanggilnya lagi sambil tersenyum ramah. Senyum yang rasanya baru kali ini dia lihat.
"Ya. ada apa?” Perlahan, dengan suara ragu Aurel bertanya.
“Aku ingin minta maaf pada Nayshila karena kata-kataku dulu,” Jawab Bima pelan.
“Oh ya? Katakan saja langsung pada orangnya!” Nayshila berucap ketus. Dia masih ingat dengan sikap Bima.
“Aku … aku ingin kamu yang menyampaikan maafku padanya,” ujar Bima terbata. Aurel tersenyum seperti mengejek. Rasain lu! Makanya jangan suka meremehkan cewek. Sekarang mau bilang minta maaf saja pake perantara. Huh, dasar pengecut!
“Bilang saja sendiri. Kamu kan punya mulut!” kata Aurel makin galak. Bima diam. Bingung. Aurel memperhatikan wajah tampan Bima dengan geli. Sekali-kali anak ini memang mesti diberi pelajaran, pikirnya gemas.
“Aku mau ke kelas nih,” katanya. “Tidak ada yang perlu dibicarakan lagi, kan?” Selesai mengucapkan kalimat itu, Aurel melangkah meninggalkan Bima.
“Tunggu!” Bima mengejarnya, menghadang jalannya. “Aku benar-benar menyesal,” katanya pelan. “Apakah Nayshila marah padaku? Dia pasti sangat membenciku,” Keluh Bima. Aurel menjadi iba. Disentuhnya lengan Bima.
“Dia tidak marah kok,” Ujarnya tersenyum, “Tapi sebaiknya jangan kamu ungkit lagi masalah itu.”
“Benarkah?!” Bima menatap tak percaya. Aurel mengangguk.
“Nah, itu dia!” Telunjuk Aurel mengarah pada Nayshila yang baru saja keluar dari kantin. “Ayo, temui dia.”
Biam diam. Memandang ragu.
“Kenapa diam? Takut ya?” Desak Aurel.
Takut? Heh, itu bukan sikap seorang lelaki, gumam hati Bima sambil mengayun langkah menghampiri Nayshila. Sebentar saja, kedua insan itu terlihat bercakap-cakap. Aurel memperhatikan dari jauh dengan tersenyum ceria.
TAMAT
Copyright Sweety Qliquers
www.mininovel-lovers86.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar